Valerie A Cool dan Timothy Z Keith dalam jurnal Contemporary Educational Psychology, berjudul Testing a model of school learning: Direct and indirect effects on academic achievement (1991) menyebut adanya masalah akademis yang ditimbulkan karena PR.
Sejumlah 28.051 siswa sekolah menengah atas dalam risetnya menyimpulkan bahwa kualitas pengajaran, motivasi, dan kemampuan semuanya berkorelasi dengan keberhasilan akademik siswa.
Sebaliknya, "efektivitas pekerjaan rumah (PR) masih kecil atau bahkan kontraproduktif." Yang ada, itu hanya menyebabkan lebih banyak masalah akademis daripada yang diharapkan untuk dipecahkan.
Pekerjaan rumah hanya akan menambah tekanan akademis, lenih-lebih tekanan sosial bagi mereka yang sudah mengalami tekanan lain di rumah. Hal ini menyebabkan kesenjangan lebih jauh dalam prestasi akademis mereka.
Penelitian terbaru di tahun 2014, dilakukan oleh Charles B. Chang dan tim risetnya. Ia menulisnya dalam Journal of Educational Psychology berjudul Relationships of attitudes toward homework and time spent on homework to course outcomes: The case of foreign language learning.
Mereka menemukan dalam risetnya bahwa waktu yang dihabiskan untuk mengerjakan pekerjaan rumah mempunyai dampak negatif yang signifikan terhadap nilai dan masalah akademis lainnya.
Para peneliti menyimpulkan bahwa hal ini mungkin terjadi karena siswa harus menghabiskan waktu mereka untuk menyelesaikan PR mereka pada lembar kerja dibandingkan untuk menghabiskan waktu mengasah keterampilan mereka.
Sekolah swasta di banyak studi riset pendidikan, terkenal dengan tingkat tugas tambahan dan pekerjaan rumah yang ekstrem. Hal ini yang kemudian memengaruhi "penentuan tingkat kegagalan masuk perguruan tinggi terbaik di negara mereka," sambung McNutt.
McNutt meneruskan, "Sepertinya dengan membebani siswa dengan segudang pekerjaan rumah setiap malam dalam upaya memasukkan mereka ke perguruan tinggi tersebut, kita justru memperburuk peluang mereka untuk sukses."
Jika saja siswa diminta untuk dapat bersaing masuk perguruan tinggi terbaik di negerinya, alih-alih belajar, PR hanya akan membebani mereka. Lagi pula, akan sangat sulit jika menyelesaikan tugas apalagi fokus belajar setelah hari yang melelahkan.
Dalam pendidikan humanis, ketersediaan ruang, waktu, dan tenaga tersebut harus selalu dipertimbangkan dalam konteks pendidikan keluarga, pendapatan, waktu yang tersedia demi kesehatan mental siswa.
Amerika Serikat sendiri selain menghapus PR, juga mempertimbangkan waktu kerja. Hal ini berorientasi kepada kerja orang tua siswa agar dapat memberikan ruang interaksi dengan siswanya. Menciptakan komunikasi keluarga yang baik.
Melalui sejumlah data yang dipaparkan, harapannya setiap guru secara bijaksana menyikapi pendidikan secara bijaksana jua. Tujuannya, agar dapat tercapai tujuan pembelajaran dan meningkatkan mutu pendidikan yang lebih baik lagi.