Merasa dikhianati dan takut akan nyawanya, ia membelot ke Sparta, musuh utama Athena, pada tahun 414 SM dalam catatan sejarah Yunani kuno. Di Sparta, ia membentuk aliansi dengan Raja Agis II, menawarkan pengetahuannya tentang strategi Athena dan memberi nasihat mengenai taktik militer melawan Athena.
Pembelotan ini menandai perubahan besar dalam kesetiaannya, ketika ia berubah dari pemimpin terkemuka Athena menjadi penasihat musuh terberat Athena.
Pendudukan Sparta di Decelea pada tahun 413 SM, sebuah strategi yang ia usulkan, merupakan pukulan telak bagi Athena, memutus pasokan dan sumber daya penting.
Nasihatnya untuk membentengi Decelea dan memotong tambang perak yang penting bagi upaya perang Athena, secara signifikan melemahkan bekas kotanya.
Strategi ini menunjukkan pemahaman mendalamnya mengenai landasan ekonomi kekuatan Athena dan kerentanannya.
Selain itu, perannya dalam mengamankan aliansi Sparta dengan Persia semakin memperumit perang Athena.
Masa Alcibiades di Sparta bukannya tanpa komplikasi. Keterlibatannya dalam skandal perselingkuhan dengan Timaea, istri Raja Agis II, dan meningkatnya ketidakpercayaan di kalangan Spartan menimbulkan ancaman baru bagi hidupnya.
Kecerobohan pribadi ini tidak hanya membawanya ke dalam konflik dengan raja Sparta tetapi juga semakin mencoreng reputasinya, sehingga berkontribusi pada keputusannya untuk mencari aliansi baru.
Hal ini membawanya ke Tissaphernes, seorang satrap Persia, sekitar tahun 412 SM. Pembelotannya ke Sparta, dan kemudian ke Persia, dipandang oleh banyak orang di Athena sebagai pengkhianatan terakhir.
Tindakan berpindah pihak di tengah Perang Peloponnesia ini mengejutkan orang Yunani, yang menghargai kesetiaan terhadap negara kotanya.
Namun, Alcibiades memainkan permainan yang rumit, seolah-olah membantu kepentingan Spartan sekaligus menegosiasikan kembalinya dia ke Athena.
Kembalinya Alcibiades Mengejutkan ke Athena