Sejarah Dunia: Elizabeth Bathory dan Pembunuhan Berantai 600 Wanita

By Sysilia Tanhati, Rabu, 17 Januari 2024 | 09:00 WIB
Dalam sejarah dunia, Elizabeth Bathory dikenal sebagai pembunuh berantai yang haus darah. Ia dipercaya telah membunuh sebanyak 600 wanita. (Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Dalam sejarah dunia, Countess Elizabeth Bathory adalah seorang maniak pembunuh atau pion yang dituduh oleh keluarga dan musuh yang ingin merebut hartanya. Kisahnya yang suram dan berlumuran darah ini dihantui oleh penyiksaan dan seks. Hingga kini, kebenarannya terus diperdebatkan oleh para sejarawan.

Bathory sering disebut-sebut sebagai pembunuh berantai paling produktif dalam sejarah dunia. Ia dituduh telah membunuh lebih dari 600 wanita muda di dalam kastel mewahnya.

“Menurut legenda, Bathory percaya bahwa mandi dengan darah perawan akan membuatnya senantiasa awet muda,” tulis Ronan O’Connell di laman National Geographic. Dugaan sadisme Bathory menginspirasi film, drama, opera, acara televisi, bahkan gim.

Namun kini, narasi lama ini dipertanyakan oleh para peneliti yang percaya bahwa kejahatan Bathory kemungkinan besar dibesar-besarkan. Hal ini mungkin menjadi bagian dari konspirasi untuk melawannya.

Jejak berdarah sang aristokrat dari Hungaria

Pengunjung Kota Nyirbator di Hungaria dapat menatap mata sang countess di Kastel Bathory dan Museum Lilin. Museum itu memamerkan patung lilin Bathory dan kerabatnya. Museum ini berada di kastel yang telah direnovasi. Di kastel itu, pada tahun 1560, Bathory dilahirkan dalam dinasti kaya yang menguasai Transylvania.

Masa kecil Bathory dinodai oleh kekerasan dan masalah kesehatan, menurut Aleksandra Bartosiewicz, dari Universitas Łódź di Polandia. “Pada usia 4 atau 5 tahun, dia menderita serangan epilepsi, perubahan suasana hati yang hebat, serta migrain,” kata Bartosiewicz.

Bathory juga menyaksikan beragam kebrutalan. Para pelayan secara rutin dipukuli pada era ini. Pada usia 6 tahun, dia menyaksikan eksekusi di depan umum. Pada usia 13 tahun Bathory bertunangan dengan Pangeran Ferenc Nadasdy yang berusia 18 tahun. Sang tunangan berasal dari keluarga berpengaruh di Hungaria. Keduanya menikah 2 tahun kemudian. Mereka akhirnya memiliki empat anak.

Sebagai pengantin baru, mereka pindah ke Sarvar, di Hungaria barat, tempat Nadasdy mendidik istrinya dengan penyiksaan. Kastel Nadasdy menjadi lokasi sejumlah kekejaman, kata Bartosiewicz.

Demi kesenangan Bathory, Nadasdy menyuruh seorang gadis ditahan, diolesi madu, dan dirusak oleh serangga. Dia menghadiahkan sarung tangan countess yang dibubuhi cakar, yang dapat digunakan untuk memukul para pelayannya karena kesalahan mereka.

Kebrutalan lebih lanjut datang dari bibi Bathory, Clara. Ia memperkenalkannya pada pesta pora dan lingkaran bayangan orang-orang yang dianggap ahli sihir, penyihir, dan alkemis.

Kekerasan Bathory memuncak di benteng besar lainnya. Sisa-sisa Kastel Cachtice yang hancur kini menjadi objek wisata yang menakutkan. Kastel itu menjulang di atas Kota Cachtice di Slovakia barat.

Bathory pindah ke Cachtice pada tahun 1604 setelah suaminya meninggal. Kisah kebenciannya terhadap staf tersebar luas sehingga keluarga setempat menyembunyikan putri mereka dari pekerjaannya, ungkap Tony Thorne. Thorne adalah penulis buku Countess Dracula: The Life and Times of Elizabeth Bathory.

Apa yang akhirnya melemahkan countess tersebut adalah rumor pelecehan yang dilakukannya kepada para korban, kata Rachael Bledsaw, staf pengajar di departemen sejarah di Highline College.

“Membunuh budak dan pelayan, yang memang memiliki lebih sedikit hak, adalah tindakan yang tidak senonoh tetapi tidak ilegal bagi seorang bangsawan,” kata Bledsaw.

“Membunuh sesama bangsawan, bahkan yang berpangkat lebih rendah, adalah masalah yang jauh lebih serius. Dan ini bukan masalah yang bisa diabaikan.”

Akhirnya, pada tahun 1610, penyelidikan dimulai terhadap puluhan kematian dan kasus orang hilang yang mencurigakan di Cachtice. Penyelidikan ini dilakukan atas perintah Matthias II, Raja Hungaria.

Dengan kesaksian puluhan saksi, Bathory ditangkap dan dipenjarakan di Kastel Cachtice atas pembunuhan 80 wanita muda, kata Bledsaw. Beberapa saksi memperkirakan jumlah korbannya lebih dari 600.

Namun Bathory tidak pernah dihukum dan suaminya tidak dapat dituntut dari kuburnya. Sebaliknya, empat pelayan Bathory dihukum karena melakukan kekerasan terhadap perempuan muda di istananya.

Sementara itu, Bathory tetap terkurung di penjaranya yang luas sampai dia meninggal pada tahun 1614, pada usia 54 tahun.

Kastel ini terus ditempati oleh kaum bangsawan selama hampir satu abad setelahnya. Saat ini, pengunjung dapat mengikuti tur berpemandu ke situs terkenal tersebut.

Meskipun kisah Bathory menghantui Cachtice selama beberapa generasi setelah kematiannya, kisah tersebut baru mendapat perhatian lebih luas pada tahun 1744 ketika diceritakan kembali dengan detail yang mengerikan dalam sebuah buku tentang sejarah Hungaria yang ditulis oleh pendeta Jesuit László Túróczi, kata Thorne. Legenda abadi sang countess sebagian besar terinspirasi oleh kisah sensasional ini.

Apakah Elizabeth Bathory benar-benar merupakan seorang aristokrat yang haus darah?

Sebagian sejarawan mengatakan kejahatan Bathory kemungkinan besar dilebih-lebihkan untuk mendiskreditkannya. Hal ini merupakan sebuah konspirasi yang dilakukan oleh kerabatnya dan Dinasti Habsburg. Habsburg adalah dinasti yang pada saat itu menguasai sebagian besar Eropa,

Penguasa Habsburg, Raja Matthias II, berutang banyak kepada Bathory dan mendapat keuntungan dari kematiannya, kata Bartosiewicz.

Raja juga memandangnya sebagai ancaman politik. Bathory mungkin mendukung upaya sepupunya Gabriel Bathory untuk menantang kendali Matthias II atas Hungaria Barat.

Pemenjaraan Countess tidak hanya membantu saingannya, tetapi juga orang-orang terdekatnya, kata Thorne. Setelah Bathory dipenjara, salah satu putrinya mengambil barang-barang berharga dari propertinya. Sementara menantu laki-lakinya mendapatkan warisan tanpa harus menunggu kematian sang ibu mertua.

Bledsaw tidak yakin Bathory adalah target konspirasi. Dia mengatakan ketika suami Bathory meninggal, putranyalah yang mewarisi harta benda dan utang mereka.

Terlepas dari kebenarannya, legenda mengerikan tentang pembunuh berantai Bathory terus dikenang dalam sejarah dunia.

“Manusia membutuhkan simbol, ikon, dan personifikasi dari kekuatan dramatis yang membentuk kehidupan. Entah bersalah atau tidak, kita senang dengan tindakan berlebihan yang dilakukan orang lain ,” kata Thorne.

“Ada banyak gambaran laki-laki tentang kejahatan yang spektakuler. Tapi hanya sedikit wanita jahat yang terkenal. Bathory mengisi kekosongan dalam ikonografi horor.”