Nationalgeographic.co.id—Selama empat tahun pandemi COVID-19, sistem kekebalan tubuh atau imun kita mengalami evolusi. Semua berkat kemampuan sistem kita beradaptasi dan mempelajari virus yang menyerang kita.
Belum lagi, upaya kesehatan seluruh dunia terus menghadirkan program imunisasi vaksin. Meski demikian, virus SARS-CoV-2 sampai hari ini belum dapat sepenuhnya diberantas. Virus zoonosis dari kelelawar ini juga berevolusi membawa varian baru yang suatu waktu menyerang kita.
Perkembangan virus corona tampaknya tidak begitu menjadi masalah berkat respons imun manusia yang telah berubah. Evolusi selama empat tahun pandemi ini membawa sistem kekebalan tubuh kita siap untuk melawan kemunculan varian baru dari virus corona, menurut sebuah studi.
Bagaimana kekebalan tubuh kita berevolusi jadi lebih kuat?
Di dalam sistem kekebalan tubuh kita memiliki limfosit atau sel T. Limfosit adalah kelompok sel darah putih yang memainkan peran utama pada kekebalan seluler dan mampu membedakan jenis patogen berkat kemampuan berevolusinya supaya bisa meningkatkan kekebalan, jika terserang.
Limfosit telah mempelajari dan merekam jenis virus corona, termasuk beberapa varian yang berbahaya.
2021 silam, merebak varian virus corona omicron. Penularannya sangat cepat dibandingkan varian lainnya yang telah mendahuluinya dan menjadi dominan. Satu per satu, varian ini memiliki alur jenis (strain) yang variatif dan merebak.
Sebuah studi baru di jurnal Science Immunology bertajuk "Omicron BA.2 breakthrough infection elicits CD8+ T cell responses recognizing the spike of later Omicron subvariants" menjelaskan bagaimana respon sel T terhadap varian omicron memicu evolusi kekebalan tubuh yang kuat menghadapi virus corona.
“Temuan ini memberi kita perspektif baru di era baru endemik COVID,” kata Min Kyung Jung, salah satu penulis makalah dari Center for Viral Immunology, Korea Virus Research Institute, Institute for Basic Science.
Para peneliti menyingkap, ketika tubuh terinfeksi dengan virus corona atau divaksinasi, tubuh mempelajari patogen untuk menciptakan antibodi penawar dan sel T untuk melawan virus. Kemudian, antibodi penetralisasi berfungsi agar sel yang ada dalam tubuh terinfeksi virus.
Sel T yang telah mempelajari patogen memang tidak dapat mencegah infeksi. Akan tetapi, mereka dengan cepat mencari dan menghancurkan sel kita yang terinfeksi. Dengan demikian, mereka dapat mencegah infeksi virus berkembang menjadi penyakit parah.
“Dapat dipahami bahwa sebagai respons terhadap kemunculan varian virus baru yang terus-menerus, tubuh kita juga telah beradaptasi untuk memerangi jenis virus di masa depan," lanjut Jung.