Delapan Kali Invasi, Dinasti Goryeo Jatuh ke Tangan Kekaisaran Mongol

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 24 Januari 2024 | 18:02 WIB
Lukisan yang menunjukkan luasnya Kekaisaran Mongol dikelilingi oleh penggambaran pasukan kavaleri Mongol, mata panah, dan pemandangan dari lapangan. Sebelum menuju Jepang, Kekaisaran Mongol menginvasi Kekaisaran Korea Dinasti Goryeo sebanyak delapan kali. (William H. Bond/ National Geographic)

Belum semua bangsawan Kekaisaran Korea menyerah. Bangas Mongol memulai kampanyenya yang keempat pada 1247 dengan menuntut agar ibu kota kembali ke Songdo (sekarang Kaesong). 

Bangsa Mongol juga menuntut agar keluarga kerajaan menjadi sandera. Namun, serangan ini tidak berjalan lancar karena Guyuk Khan wafat pada 1248. Serdadu pun mundur dan melanjutkan serbuan pada kampanye militer kelima ketika Mongke Khan naik takhta pada 1251.

Mongke Khan lebih tegas. Dia menuntut agar Kaisar Gojong menghadapnya langsung dan segera mengembalikan ibukota Korea ke daratan utama. Istana Dinasti Goryeo menolak karena sang kaisar sudah terlalu tua.

Jembatan rel kereta api di Sungai Yalu. Sungai ini menjadi perbatasan antara Tiongkok dan Korea Utara hari ini. Di masa lalu, ada banyak misi militer yang melalui sungai ini untuk menguasai Korea, termasuk Kekaisaran Mongol ketika hendak menjatuhkan Dinasti Goryeo. (George Wenn/Wikimedia Commons)

Mongke pun mengirim pasukan dengan utusan Pangeran Yeku bersama Amuqan. Ekspedisi ini menghancurkan berbagai tempat di Kekaisaran Korea. Sampai akhirnya, Kaisar Gojong menemui Yeku di istana barunya di Sin Chuan-bug. Kaisar setuju untuk memindahkan ibu kotanya kembali. Kedua belah pihak melakukan gencatan senjata pada 1254.

Dinasti Goryeo menjadi vasal Dinasti Yuan

Masih ada empat kampanye militer bangsa Mongol ke Korea antara 1254 dan 1257 yang sangat dahysat. Pada invasi kampanye, bangsa Mongol membawa sandera dari Kekaisaran Korea. Hal ini membuat Kekaisaran Korea Dinasti Goryeo mulai menjadi vasal Kekaisaran Mongol.

Namun, sandera itu ternyata bukan pangeran berdarah Dinasti Goryeo sehingga Mongke Khan menyerang Korea lagi dan melawan pembelot. 

Menjelang kampanye kedelapan yang berlangsung Mei-Oktober 1257, Dinasti Goryeo mengalami ketidakstabilan dengan adanya kudeta balasan terhadap Choe Hang—pewaris rezim militer. Peristiwa ini mengakhiri masa kekuasaan keluarga Choe yang terlalu lama mendikte kekaisaran.

Sejak awal sudah terlihat bahwa pihak kerajaan cenderung ingin berdamai dengan bangsa Mongol, sedangkan keluarga Choe tidak. Setelah pembunuhan Choe Hang, perjanjian damai dengan bangsa Mongol disepakati.

Hasil kesepakatan itu membuat Kekaisaran Korea bisa berdiri secara otonom, bukan lagi dipimpin Karakorum, ibu kota Mongol. Dari kesepakatan itu, bangsawan Goryeo, termasuk Kaisar Wonjong, harus menikahi putri Mongolia. Dengan demikian, Kekaisaran Korea tetap menjadi bawahan Kekaisaran Mongol.

Pada 1259, Raja Gojong wafat dan digantikan oleh putranya, Wonjong. Kenaikan takhta Wonjong dibantu oleh Kubilai Khan yang membuat Kekaisaran Korea menjadi negara bawahan Dinasti Yuan. Kubilai Khan mencegah pemberontakan demi kenaikan Wonjong.