Peran Sandal Jepit dalam Sejarah Dunia, dari Mesir Kuno Hingga Kini

By Wawan Setiawan, Jumat, 26 Januari 2024 | 18:00 WIB
Sepasang sandal jepit yang dikenakan di pantai. Sandal jepit ribuan tahun lalu hingga kini memiliki peran dalam sejarah dunia dan hidup manusia. (Wikipedia/Peachyeung316)

Nationalgeographic.co.id—Saat ini, di pantai dan kolam renang di seluruh dunia, anak-anak dan orang dewasa dari segala usia mengenakan alas kaki sederhana.

Alas tersebut terdiri dari sol karet tipis dengan tali berbentuk y yang melintang di bagian atas kaki dan menyelinap di antara sela jari-jari kaki setelah jempol kaki.

Ya, kita berbicara tentang sandal jepit! Bagaimana asal mula sandal jepit ini mengisi sejarah dunia dan berperan penting dalam kehidupan manusia? Yuk, kita telusuri.

Jauh sebelum manusia mulai menggunakan berbagai macam alat bantu atau hewan untuk transportasi, mereka menempuh perjalanan yang jauh hanya dengan berjalan kaki. Melintasi tanah terjal dan bebatuan dengan berjalan kaki tentu bukanlah hal yang menyenangkan, apalagi jika kaki kita tidak memiliki alas kaki.

Tahukah Anda, ternyata pembuatan alas kaki ini sudah mulai digunakan ribuan tahun yang lalu. Bukti iklim menunjukkan bahwa manusia mungkin melindungi kaki mereka dari kondisi dingin sekitar 50.000 tahun yang lalu. Perubahan bentuk kaki dan kekuatan jari kaki menunjukkan bahwa manusia telah menggunakan alas kaki dengan sol yang besar sekitar 40.000 tahun yang lalu.

Apakah Mesir tempat lahirnya sandal jepit?

Contoh sandal tertua yang diketahui berasal dari sekitar 10.900 tahun sebelum sekarang, terbuat dari kulit pohon sagebrush, dan berasal dari tempat yang sekarang menjadi negara bagian Oregon, AS. Sandal juga ditemukan di Mesir kuno, di mana hanya orang-orang penting yang memakainya.

Ini adalah sepasang sol sandal kulit dari Kerajaan Baru Mesir. Setiap sol terdiri dari sepotong kulit yang dipotong. Terdapat retakan halus dan beberapa area perubahan warna pada kulit coklat kemerahan, namun secara umum kondisinya masih dalam kondisi baik. (Wikipedia)

Kebudayaan Barat menelusuri bukti asal muasal sandal dari makam Mesir kuno, bukti paling awal berasal dari sekitar 5.100 tahun yang lalu. Sebuah dekorasi di museum Kairo menggambarkan Firaun Narmer diikuti oleh pembawa sandalnya, menunjukkan bahwa sandal tersebut adalah simbol kedaulatan firaun.

Hal ini juga ditegaskan oleh praktik Mesir kuno yang seringkali menempatkan sandal Firaun di atas singgasananya saat dia tidak ada.

Sandal berorientasi pada status bagi kaum elit. Dimulai pada masa firaun dan terus berlanjut hingga lapisan masyarakat sepanjang periode dinasti Mesir, hingga pada periode pendudukan Romawi sekitar 30 SM.

Sandal Mesir terbuat dari papirus dan bahan lainnya, termasuk kulit dan kayu. Orang Yunani dan Romawi kuno juga memakai sandal; dewa Yunani Hermes (dikenal oleh orang Romawi sebagai Merkurius) sering digambarkan dengan sandal yang memiliki sayap. Namun, seiring dengan bangkitnya agama Kristen, sandal menjadi tidak populer karena para pemimpin gereja menganggap sandal membuat kaki perempuan terlalu telanjang.

Awalnya, penggunaan sandal di Mesir Kuno masih bersifat sesekali dan sebagian besar hanya digunakan untuk aktivitas di luar ruangan, terutama saat bepergian.

Sebenarnya, mayoritas orang Mesir kuno sendiri tidak pernah memakai alas kaki. Kebanyakan mereka yang berstatus tinggi tidak pernah memakai alas kaki di dalam rumah. Faktanya, Firaun sendiri tidak rutin memakai alas kaki di dalam rumah hingga akhir dinasti, sekitar 3.000 tahun yang lalu.

Bahkan, melepas sandal di hadapan individu atau dewa yang berpangkat lebih tinggi, juga diketahui sebagai cerminan rasa hormat.

Sandal yang dijahit ini berasal dari makam Tutankhamun dengan penutup linen. (André J. Veldmeijer)

Ketika Alexander Agung mempersatukan bangsa Yunani pada abad keempat SM, masyarakat yang dihasilkan adalah masyarakat yang sangat kaya dan memiliki waktu luang yang mengembangkan seni, ilmu pengetahuan, dan olahraga di bawah sistem demokrasi.

Orang Yunani juga mengembangkan berbagai jenis sandal dan gaya alas kaki lainnya, memberi nama pada berbagai gaya tersebut. Untungnya orang-orang Yunani menyimpan catatan yang teliti, sehingga memberikan deskripsi dan referensi yang akurat mengenai berbagai gaya alas kaki dan apa saja nama-namanya.

Hal ini tentu saja merupakan suatu kebetulan karena tidak ada bukti arkeologis mengenai alas kaki Yunani, dan sejarawan harus memanfaatkan deskripsi ini dan gaya yang digambarkan dalam karya seni yang masih ada. Ada aturan ketat mengenai siapa yang boleh mengenakan pakaian apa, kapan, dan untuk tujuan apa.

Sandal yang digunakan pada awal Kekaisaran Romawi juga sangat mirip dengan gaya Yunani dan bahkan mengikuti preseden yang sama yang ditetapkan untuk penggunaan terbatas sesuai dengan pangkat. Seperti orang Yunani, orang Romawi menamai sandal berbagai gaya, dan faktanya, "sandal" sendiri berasal dari nama latinnya, yaitu sandalium.

Namun, setelah abad kedua Masehi, ketika kekuatan Kekaisaran melemah, kualitas pembuatan alas kaki pun menurun. Pada abad ketujuh, Kekaisaran Kristen Romawi yang berbasis di Konstantinopel, menetapkan bahwa bertelanjang kaki tidak sopan jika bergaul dengan orang campuran.

Sandal pun akhirnya menghilang selama 1.300 tahun berikutnya, dan tetap digunakan secara konstan hanya dalam ordo biara tertutup.

Meskipun hilang, sandal tidak dilupakan. Seniman menggambarkan tokoh-tokoh klasik yang mengenakan sandal dalam lukisan dinding bertema alkitabiah selama Renaisans, dan sandal dikenakan oleh aktor yang menggambarkan tokoh-tokoh sejarah dalam pertunjukan teater.

Kini, seiring dengan perkembangan jaman, sandal jepit yang mulai dikenal dengan berbagai nama di dunia, mulai menjadi salah satu dari pelengkap fashion. Mereka dirubah dan dibentuk sedemikian rupa hingga memiliki nilai tampilan saat dipakai.

Namun tidak semua orang di dunia menyebutnya "sandal jepit". Di Selandia Baru, sandal ini disebut "jandals" (kependekan dari Japanese sandals). Di Australia dikenal sebagai "thongs" dan di Afrika Selatan disebut dengan nama "plakkies".

Bahkan, beberapa daerah di Amerika Serikat selain mengenalnya sebagai “flip-flop”, sandal jepit juga mempunyai nama khusus, seperti "zories" di Pantai Timur, "clam diggers" di Texas, dan "slippers" di Hawaii.

Ternyata, sandal jepit juga memiliki sejarah yang unik dan panjang ya.