Kehidupan Seks Mesir Kuno: Perkara Suci sampai Bercinta dengan Mumi

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 30 Januari 2024 | 15:06 WIB
Gambaran musik dan tari di era Mesir kuno. Kehidupan seks masyarakat Mesir kuno memiliki standar norma yang berbeda dengan hari ini. (Jan van der Crabben)

Nationalgeographic.co.id—Kehidupan seks melekat dalam peradaban Mesir kuno. Bagi masyarakat Mesir kuno, seks bukan hanya perkara kesenangan atau cara beranak pinak, melainkan juga seni keagamaan.

Meski demikian, hanya sedikit yang diketahui tentang kehidupan Mesir kuno. Ada banyak cerita tentang kehidupan seks masyarakat dan mitologi Mesir kuno yang beredar di sana yang salah, dan harus berhati-hati mendapatkan informasinya.

Kesalahan informasi tentang kehidupan peradaban Mesir kuno disebabkan oleh sedikitnya pemahaman kehidupan masyarakat pada zamannya. Selain itu, pemahaman tentang aktivitasnya tidak jarang dibuat secara bias oleh sudut pandang kolonialis.

Sebab, perihal seks, peradaban Mesir kuno memiliki tatanan norma yang berbeda dengan zaman modern. Misalnya, ada banyak legenda misinformasi yang mengatakan bahwa peradaban Mesir kuno menemukan lipstik supaya bibir mereka merah merona bak labia yang membesar.

Gagasan ini tidak didukung dalam bukti sejarah. Nyatanya, lipstik ditemukan oleh peradaban Mesir kuno secara hati-hati karena menggunakan bahan berbahaya.

Seks adalah hal yang suciMasyarakat Mesir kuno meyakini bahwa ada "sifat suci" pada hubungan seks. Kepercayaan mereka meyakini bahwa alam semesta diciptakan dari aktivitas seksual. Mitologi Mesir kuno mengisahkan bahwa Atum, dewa pertama, hidup sendiri dan menciptakan dunia dengan masturbasi. Air mani itu menjadi awal kehidupan yang berawal dari dewa-dewa pertama.

Oleh karena itu, para firaun pada zaman Mesir kuno memandang seks sebagai tindakan suci dan penting. Mereka harus melakukannya karena berhubungan dengan spiritualitas, di mana firaun merupakan perwujudan dari para dewa.

Perawan atau tidak perawan? Siapa peduli?Masyarakat Kekaisaran Romawi sangat peduli dengan keperawanan perempuan. Perempuan yang perawan layak dinikahi karena masih menjaga kesuciannya, karena dari rahimnya akan lahir keluarga terhormat.

Pandangan ini tidak berlaku di masyarakat peradaban Mesir kuno. Douglas J. Brewer dan Emily Teeter dalam Ancient Egyptian Society and Family Life mengungkapkan, keperawanan bukanlah suatu keharusan dalam pernikahan. Seks sebelum menikah dapat diterima secara sosial.

Bahkan, tidak ada kata "perawan" dalam bahasa Mesir kuno. Mereka juga tidak memberi stigma pada praktik aborsi, termasuk kepada perempuan yang belum menikah.

Baik laki-laki dan perempuan diperbolehkan untuk melakukan seks sebelum menikah, sebelum akhirnya saling setia dalam pernikahan. Hal ini juga yang mungkin menyebabkan minimnya informasi terkait prostitusi di peradaban Mesir kuno.

Steven Snape, ahli sejarah peradaban Mesir kuno di World History mengatakan bahwa prostitusi tidak dianggap sebagai sebuah kekhawatiran. "Bukti mengenai prostitusi di Mesir kuno sangat sedikit, terutama sebelum Periode Akhir," terangnya.