Mali, Destinasi Terakhir Penjelajahan Ibnu Batutah di Afrika Barat

By Laurensia Felise, Minggu, 4 Februari 2024 | 17:00 WIB
Mali merupakan destinasi terakhir Ibnu Batutah dalam perjalanan keliling dunia selama lebih dari dua dekade. Kala itu, Kekaisaran Mali telah dikenal sebagai salah satu kekaisaran yang berkuasa di Afrika Barat. (Abraham Cresques)

Nationalgeographic.co.id—Perjalanan Ibnu Batutah pada abad ke-14 telah melintasi berbagai daerah, baik di Afrika, Timur Tengah, hingga Asia. Meski telah menjelajah dunia selama lebih dari 20 tahun, perjalanannya telah memasuki babak akhir di Mali yang terletak dalam kawasan Afrika Barat.

Perjalanan Ibnu Batutah di Mali berawal dari kabar yang didengarnya saat berkunjung ke Mesir pada 1326. Kala itu, dia sempat mendengar kedatangan Mansa Musa (Raja Kekaisaran Mali pada 1307-1332) dua tahun lebih awal untuk beribadah di Mekkah.

Kedatangan sang raja saat itu dilakukan bersama ribuan budak dan sekelompok tentara, istri-istri, dan beberapa pejabat lainnya. Dengan bantuan 100 unta pembawa emas, Mansa Musa membagi-bagikan uangnya kepada masyarakat Mesir hingga pasar emas sempat mengalami krisis beberapa lama setelahnya.

Tak hanya itu, Ibnu Batutah juga mendengar bahwa Mali terkenal dengan pasokan beberapa barang perdagangan seperti gading, bulu burung unta, kacang kola, hingga budak. Hal-hal inilah yang membuat Kekaisaran Mali dikenal karena kekayaannya, sehingga membuatnya merencanakan kepergiannya ke Mali.

Perjalanannya ke Afrika Barat dimulai dari saat dia menyewa seorang pemandu dan berjalan kaki. Dia mengamati bahwa perjalanan yang dilakukannya mudah karena rute perdagangan yang ditetapkan warga Islam.

Selama perjalanan, dia sempat melewati Gurun Sahara dengan karavan unta, lalu 25 hari kemudian dia tiba di Taghaza. Daerah ini merupakan kawasan penambangan garam utama luas yang memenuhi kebutuhan warga Mali, di mana penduduknya kebanyakan merupakan budak-budak yang bertugas di sana.

Sepuluh hari menetap di Taghaza, Ibnu Batutah menghadapi ragam tantangan. Mulai dari tempat tinggalnya yang dibangun dari garam dan atap dari kulit unta, air yang sangat asin, serta makanan yang harus dibawa dari luar daerah.

Namun, dia mendapatkan hal yang menarik terkait kebiasaan perdagangan warga setempat. Dia mengamati bahwa unta-unta di sana bisa mengangkat dua bongkahan besar garam serta perdagangan dilakukan dengan menjadikan garam sebagai mata uang.

"Orang-orang menukarkan garam sebagai uang sebagimana orang lain menukarkan emas dan perak. Mereka memotongnya dan menukarkan dalam beberapa pecahan," tambah Ibnu Batutah dalam Rihla.

Setelahnya, dia berjalan ke Walata dan hanya bertahan selama beberapa pekan dan kembali pergi untuk melanjutkan perjalanan ke Mali. Dalam perjalanan, dia sempat melewati sebuah sungai

dia sempat menukarkan beberapa butir manik-manik kaca dan pecahan garam untuk beberapa makanan lokal seperti ayam dan nasi.

Sesampainya di pusat pemerintahan Mali, dia sempat berkunjung dan bertemu Mansa Sulayman, adik dari Mansa Musa. Mansa Sulayman telah menjadi Raja Kekaisaran Mali sejak 1341, di mana kala itu Mansa Musa telah meninggal dunia.