Sejarah Dunia: Akhir Tragis Raja Buta Pemimpin Pasukan Perang

By Galih Pranata, Selasa, 6 Februari 2024 | 15:00 WIB
'John the Blind in the Battle at Crecy' merupakan lukisan karya Viktor Barvitius. Mengisahkan John yang buta sebagai pemimpin pertempuran. (Viktor Barvitius/Fine Art America)

Nationalgeographic.co.id—Sejarah dunia telah menyimpan banyak teka-teki. Hal-hal tak terduga yang pada akhirnya berhasil menarik sejarawan untuk menuliskannya kembali. Kisah yang kemudian terukir dalam seharah dunia. 

Sebut saja kisah sang raja buta yang memimpin pasukan perangnya. Barangkali hal itu tak pernah terbayangkan di masa sekarang. namun bagaimana pun, sejarah dunia telah mencatatnya. Raja yang buta itu bernama John dari Bohemia.

Sejak muda, John merupakan salah satu pejuang sejati yang paling terkenal di masanya. Ia memberikan kontribusi besar dalam ekspansi dan bertempur di seluruh Eropa dari Mediterania hingga Baltik. 

"Sayangnya, ia lebih dikenal dalam sejarah karena kematiannya yang dramatis ketimbang pencapaian seumur hidupnya," tulis Khalid Elhassan kepada History Collection dalam artikelnya Dramatic Deaths These People Did Not See Coming, terbitan 27 Januari 2024.

Karirnya sebagai penguasa dimulai pada tahun 1309 ketika ayahnya, Kaisar Romawi Suci Henry VII, mengangkatnya menjadi Pangeran Luksemburg

Lantas, ketika ayahnya meninggal pada tahun 1313, John masih terlalu muda untuk mewarisi tahtanya. Jadi dia memberikan mandatnya kepada Louis the Bavarian, yang menjadi Kaisar Louis IV pada tahun 1314.

Sebagai pendukung awal Kaisar, John berselisih dengan Louis IV setelah Louis IV memihak Inggris melawan Prancis dalam Perang Seratus Tahun. Namun, nasibnya berubah seketika ketika ia dipanggil ke Bohemia.

Ya, ia mendapat panggilan dari keluarga mertuanya. Kala itu, Ayah mertua John, raja Bohemia, meninggal tanpa ahli waris laki-laki. Dari situ, John mewarisi wilayah Bohemia melalui istrinya dan menjadi raja Bohemia terhitung sejak tahun 1310.

Pada masa pemerintahannya, John banyak melakukan peperangan untuk menunjukkan eksistensi pengaruhnya dan memperkuat legitimasinya. Dia berperang melawan Hongaria, Austria, Inggris, dan Rusia.

John meluaskan pengaruhnya hingga ke Italia utara, guna memperluas wilayah kekuasaannya. Ia mulai mengekspansi dengan mengakuisisi Silesia, sebagian Lusatia, dan sebagian besar Lombardy.

Sejak awal, John dikenal mempunyai hubungan yang kuat dengan Prancis. Dia dibesarkan dan dididik di Paris. Itu yang mengukuhkan pandangan serta simpatinya kepada Prancis, sebagaimana orang Prancis.

"Dia bahkan mengirim putranya sendiri untuk mengenyam pendidikan di Paris (ibu kota Prancis), bukan di ibu kota Bohemia, Praha yang berada di bawah kekuasaannya," imbuh Khalid dalam tulisannya.

Popularitas apa pun yang mungkin diperolehnya di dalam negeri dari penaklukan dan kehebatan militernya, diimbangi dengan pajak yang besar untuk membayar pengeluarannya yang mewah. Ia tetap disegani oleh rakyatnya, sampai kemudian petaka menimpanya.

Raja John dari Bohemia terukir dalam sejarah karena kematiannya yang tragis sebagai panglima perang yang buta. (Wikimedia Commons)

Raja John mengalami bencana dengan harus kehilangan penglihatannya karena opthalmiamulanya akibat peradangan matapada tahun 1336. Itu terjadi ketika dia meluaskan pengaruhnya dengan melawan orang-orang Lituania.

Kisahnya menjadi menarik ketika orang terdekatnya, Raja Philip VI dari Perancis meminta bantuannya melawan Raja Inggris Edward III. John, meskipun saat itu telah buta, ia tetap datang untuk membantu raja Prancis.

Dia kemudian memutuskan untuk bertemu dengan raja Philip di Paris pada bulan Agustus 1346. Ia kemudian turut dalam barisan perang sekutunya dan berangkat bersama pasukan Prancis untuk mencegat raja Inggris itu.

Menariknya, ketika kedua tentara bertemu (tentara Prancis dan Inggris) di Pertempuran Crecy, 26 Agustus 1346, John si buta memimpin barisan depan Prancis dan terlibat kontingen penting tentara Prancis.

Meski sudah mulai menua dan kehilangan penglihatannya, terlihat raut kegembiraan, suara bersemangat, dan aroma pertempuran telah berhasil membangunkan anjing perang tua dalam diri John.

Meskipun dia dalam kondisi buta, John memerintahkan pengiringnya untuk mengikat kuda mereka ke kudanya dan mulai berperang. Dalam batinnya, ia ingin melancarkan setidaknya satu tebasan pedangnya untuk mengalahkan pasukan Inggris.

Para ksatrianya melakukan apa yang diperintahkan. Kuda John diikat pada kuda mereka, dan raja buta itu ikut berperang. Dengan demikian, ia berhasil memuaskan kehormatannya dengan mengambil bagian nyata dalam pertempuran, meski kondisinya buta.

Namun nahas, semua tidak berjalan sesuai dengan rencana. Ia tidak dapat melihat medan perang. Itu yang membuatnya tidak dapat mengetahui seberapa jauh dia telah melangkah, dan masuk terlalu jauh ke dalam barisan tentara Inggris.

Alhasil, John bersama dengan segelintir prajurit yang mengikatnya berhasil dikepung oleh tentara Prancis. Ia mendengar sergahan pasukan berkuda dan hunusan pedang mengelilinginya.

Dalam kondisi huru-hara yang terjadi, raja buta dan seluruh prajurit yang nekat menerabas masuk ke dalam barisan perang Inggris akhirnya dibantai. Meskipun demikian, John tercatat tak gentar sekalipun, meski ia telah buta.

Satu catatan sejarah dunia menyebutkan keberanian dalam dirinya ketika ia mengatakan, "bawa aku ke tempat di mana suara pertempuran paling keras. Tuhan akan menyertai kita. Tidak ada yang perlu ditakutkan!"

John yang wafat di medan pertempuran itu, menanggalkan tahtanya pada 26 Agustus 1346 di usia 50 tahun. Kemudian, tahtanya diwariskan kepada putra sulungnya yang kemudian dikenal dengan gelar Raja Charles IV of Luxembourg.