Sejarah Dunia: dari Mimpi Seorang Nabi, Pemberontakan Taiping Terjadi

By Galih Pranata, Jumat, 16 Februari 2024 | 12:13 WIB
Patung Hong Xiuquan yang mengingatkan sejarah dunia pada pemberontakan Taiping terbesar dalam sejarah umat manusia. Pemberontakan ini bermula dari mimpi Hong yang mengeklaim dirinya sebagai Nabi. (Radii)

Pada tahun 1843, Li Jingfang, seorang kerabatnya meminjamkan sebuah risalah berjudul “Good Words For Exhorting The Age” karya Liang Afa dan meyakinkan Hong untuk membacanya.

Risalah tersebut menggambarkan Tiongkok yang apokaliptik yang mengenang kejadian-kejadian baru-baru ini. Perang Candu Pertama yang penuh kekerasan melawan Inggris Raya, yang terjadi pada tahun 1839 hingga 1842.

Perang itu berakhir dengan Perjanjian Nanjing yang merusak prestise kekaisaran dan memberikan banyak keuntungan bagi Inggris. Hal ini mempunyai dampak samping berupa masuknya misionaris Kristen ke negara tersebut.

Dalam perantauan membaca literatur Kristen, Hong menjadi yakin bahwa ayah dalam mimpi demamnya bertahun-tahun sebelumnya adalah Tuhan dalam agama Kristen, kakak laki-lakinya adalah Yesus dan Raja Neraka adalah ular di Taman Eden.

Dari tabir mimpinya yang sangat relate dengan literatur Kristen dan buku karya Liang Afa, Hong menjadi sangat yakin bahwa dia adalah anak Tuhan. Ia adalah Nabi baru yang akan memimpin suatu umat. 

Pemberontakan Taiping pada tahun 1850 di Kekaisaran Tiongkok menjadi perang saudara paling berdarah dalam sejarah. (The suppression of the Taiping Rebellion)

Hong mulai mengungkapkan mimpinya kepada kerabatnya dan orang-orang terdekatnya. Pesannya mulai menyebar. Banyak orang percaya bahwa ajaran Kristen dengan tabir mimpinya bisa diterima akal dan meyakini bahwa Hong benar-benar "Raja Surgawi."

Orang-orang kini mulai memercayai Hong dan turut dalam langkah-langkah perjuangannya. Hong dan beberapa pengikutnya turun ke jalan untuk menjual tinta tulis dan kuas untuk mendanai perjalanan mereka.

Selama perjalanan ini, Hong menulis risalahnya sendiri, “Seruan untuk Menyembah Tuhan Yang Maha Esa,” untuk membantu memenangkan lebih banyak orang yang mau ikut dalam perjalanan sucinya.

Banyak dari pengikutnya adalah orang Hakka, yang melarikan diri dari bangsa Mongol pada abad ke-13 dan menjadi daerah kantong yang terpisah dari masyarakat Tiongkok pada umumnya. Mereka pada dasarnya adalah buruh miskin yang mencari perlindungan dari penindasan.

Gagasan Sosialisme-nya, dicampur dengan gagasan agama dan hukum berdasarkan 10 Perintah dalam Alkitab Perjanjian Lama menarik perhatian. Janjinya mengenai tanah bebas akan segera mendatangkan ribuan pengikut lagi.

Kontrol penuh Hong atas kehidupan para pengikutnya semakin ketat. Menyebut dirinya sebagai “Raja Taiping” yang diambil dari nama wilayah bersejarah Tiongkok di sebelah barat Nanjing.