Puntung Rokok di Pesisir Perlu Perhatian dalam Perangi Sampah Plastik Laut

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 23 Februari 2024 | 16:08 WIB
Sampah puntung rokok mengandung racun akut bagi kehidupan laut dan pesisir. Menjelang kesepakatan sampah plastik di Ottawa, Kanada, pada April 2024, isu ini harus dibawa oleh Indonesia agar menuntaskannya secara global. (Bhisma Adinaya/National Geographic Indonesia)

Setiap tahunnya, puntung rokok mengandung berbagai bahan kimia yang bisa berdampak pada kesehatan dan ekosistem, sehingga termasuk jenis sampah bahan berbahaya dan beracun (B3). Pengendalian terhadap tembakau atau kontrol terhadap sampah puntung rokok dapat mengurangi polusi dan tingkat racun di laut demi keberlangsungan ekosistem.

"Karena sampah ini masalah global, jadi kita perlu ada kerja sama secara regional dan global, termasuk yang dilakukan untuk pengetahuan di bulan April nanti," tutur Reza.

Membangun infrastruktur sampahPuntung rokok dan berbagai jenis sampah plastik lainnya sebenarnya dapat ditangani baik oleh pemerintah Indonesia melalui penyediaan infrastruktur yang memadai dan meluas.

Sampai saat ini, pemerintah tengah melakukan perubahan paradigma agar sampah tidak hanya dikirim dari sumber ke TPA. Sampah dipilih, dan hanya residu yang tidak bisa diolah untuk dibuang ke TPA. Reza menyatakan, langkah tersebut sudah baik, namun masih kurang untuk memenuhi target 2025 dan harus dioptimalkan.

Selama ini sampah plastik yang ada di laut menimbulkan kerugian secara ekonomi sekitar Rp 250 triliun, kata Reza. "Angka yang sangat besar sekali bahkan lebih besar daripada anggaran kesehatan Republik Indonesia. Itu sangat mengganggu sistem ekonomi negara kita," lanjutnya.

Oleh karena itu, Reza menganjurkan untuk penanganan sampah plastik di laut diselesaikan dengan infrastruktur yang memadai. 

Sejauh ini, industri daur ulang sebagai infrastruktur yang menangani sampah hanya terpusat di Pulau Jawa dan Bali. Di daerah-daerah lain, pendauran ulang masih sangat minim dan kekurangan industri. Padahal sampah plastik di laut dan pesisir tersebar dan terbawa oleh arus laut ke pulau-pulau lainnya di Indonesia.

"Daripada kita membuang 250 triliun sekian lebih baik kita membangun infrastruktur untuk sampah," kata Reza.