Meringkus Sindikat Uang Palsu di Landhuis Pondok Cina

By Mahandis Yoanata Thamrin, Minggu, 25 Februari 2024 | 15:03 WIB
Rumah berarsitektur gaya Hindia ini dimiliki oleh Lauw Tek Lok, kemudian diwariskan kepada putranya bernama Kapitan Cina Lauw Tjeng Siang. Seharusnya rumah yang diperkirakan dibangun awal atau pertengahan abad ke-19 menjadi tengara Pondok Cina, Kota Depok. Kendati wajahnya bersolek kembali, pembangunan di sekitar rumah itu telah meredupkan pamornya. (Utomo Priambodo/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Rumah dengan pilar-pilar bercat putih ini diyakini memiliki kaitan dengan toponimi setempat, Pondok Cina. Lantai berandanya terbuat dari terakota. Jendela-jendelanya pun dihias bingkai mewah. Ini memang bukan rumah biasa.

Rumah dan permukiman kawasan ini turut menandai pembukaan hutan di selatan Batavia pada abad ke-17. Boleh jadi arsitektur awalnya telah berganti menjadi arsitektur Hindia sejak gempa besar mengguncang kawasan Bogor dan Batavia pada 1830-an.

Sekitar pertengahan dekade pertama abad ini, rumah ini berada dalam kawasan proyek pembangunan pusat perbelanjaan. Saat itu bangunannya sudah diamputasi—boleh jadi  jauh sebelum proyek pembangunan itu bermula.

Ajaib, rumah Pondok Cina hadir sebagai penyintas. Kendati bagian belakangnya terpenggal, sisi depannya masih memesona. Belakangan, sebuah kedai menghidupkan kembali suasana repihan rumah itu. Warga yang menjadi pelanggannya seolah turut merayakan kembalinya rumah Pondok Cina. Pendar cahaya lampu di rumah tua itu tampak semarak menghindupkan tengara kota.

Pada awal abad ke-20, tersingkap sebuah kasus pemalsuan uang kertas yang melibatkan seorang bernama Schmit dan seorang Kapiten Cina bernama Lauw Tjeng Siang, yang juga pemilik Landhuis Pondok Cina.

(Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie)

Surat kabar Java Bode melaporkan kasus uang palsu di rumah tuan tanah Pondok Cina, Depok. Pada 30 Maret 1902, "hari Minggu malam di Pondok Tjina, dekat Depok, telah diadakan pertemuan antara 3 orang Tionghoa dan 3 orang Depok. Namun, apa yang sebenarnya dibicarakan dalam pertemuan tersebut tidak begitu jelas, dan tentu saja perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut, terutama terkait dengan kasus mata uang palsu."

Surat kabar itu menambahkan, "di rumah tuan tanah Pondok Tjina, ditemukan uang kertas palsu. Penduduk Depok tampaknya sangat kurang berpengetahuan; mungkin dengan memberikan hadiah, kita dapat meminta mereka untuk menceritakan tujuan dari pertemuan antara orang Tionghoa dan orang Depok yang disebutkan di atas."

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië edisi 1 Mei 1902, yang terbit di Batavia, mewartakan kasus uang palsu yang melibatkan Kapitan Cina. Berita itu bertajuk "De zaak der valsche bankbilletten". Jaksa Penuntut Umum Mr. Rhemrev didampingi hakim pemeriksa kasus pidana dan penyelidik bernama Hinne dan Cress, menggeledah rumah Kapiten Cina Lauw Tjeng Siang di Pondok Cina.

Penggeledahan ini bertujuan untuk memverifikasi informasi yang diberikan oleh Schmit, dan ternyata informasi tersebut benar. "Hasil dari penyelidikan adalah penahanan resmi terhadap opsir Tionghoa ini," demikian tulis surat kabar itu.

Sementara itu "Terdakwa Schmit telah mengakui sepenuhnya, sehubungan dengan keterangan para saksi. Pasal 85 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang menjamin kekebalan bagi para pelaku, bahkan setelah dimulainya penuntutan, tidak akan berlaku di sini karena penangkapan terhadap tersangka lainnya telah terjadi."

Lima bulan berlalu, Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië  mewartakan kembali kasus uang palsu pada edisi 4 Oktober 1902. Berita bertajuk "Valsche bankbiljetten" melaporkan bahwa "Di hadapan Hakim dan Direksi Javasche Bank, terdakwa Smidt diberi kesempatan untuk membuat beberapa uang kertas palsu bernilai 5 gulden di Pondok Tjina. Setelah itu, mesin cetak yang digunakan dan sebagainya dibawa ke gedung Dewan Kehakiman."