Sejarah Dunia: Bagaimana Agama dan Sihir Memengaruhi Tulisan Kuno?

By Tri Wahyu Prasetyo, Rabu, 28 Februari 2024 | 15:00 WIB
Mantra persembahan yang ditampilkan pada sebuah prasasti pemakaman Mesir Kuno. (George Shuklin/Wikimedia Commons)

Menurut Reilly, Isopsephy, praktik yang telah ada setidaknya sejak abad ke-3 SM, “melibatkan penjumlahan nilai numerik dalam sebuah kata.” Jika dua kata atau lebih memiliki nilai numerik yang sama, “maka dikatakan bahwa mereka memiliki hubungan yang lebih tinggi.” 

Tradisi ini tidak hanya berlaku untuk bangsa Yunani, karena tradisi Ibrani tentang Gematria juga memiliki konsep yang serupa. Bahkan bangsa Neo-Assyria juga memiliki kepercayaan yang sama. 

Pythagoras, seorang ahli matematika sohor, mengembangkan sebuah teori di mana nama dan tanggal lahir seseorang dapat mengungkapkan karakteristik dan masa depan individu tersebut dengan mengambil angka dari masing-masing. 

Onomancy, atau ramalan berdasarkan nama, sangat populer di Eropa abad pertengahan dan praktik serupa terus berlanjut di seluruh dunia saat ini.

Glif Suku Maya

vas persegi dengan dewa-dewi hewan dan tulisan Maya, 755-780 Masehi. ( Museum Met)

Berasal dari sekitar tahun 2000 SM sebagai pemburu-pengumpul, suku Maya mencapai puncak kejayaannya pada tahun 600-900 Masehi. Namun, perlu dicatat, mereka tetap bertahan hingga penaklukan Spanyol pada abad ke-16 dan ke-17.

Sepanjang peradaban mereka yang telah berlangsung lama, suku Maya menghasilkan beberapa teks kuno paling luar biasa dari sistem penulisan berbasis glif.

Salah satu warisan paling luar biasa adalah penanggalan matahari Maya Haab yang terkenal dan dianggap sebagai salah satu paling akurat dari dunia kuno. Menurut Reilly, waktu diukur dan dicatat dengan sangat teliti karena dua alasan utama.

Yang pertama adalah “bahwa suku Maya memandang waktu sebagai siklus, yang berarti bahwa baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, sejarah akan terulang kembali.”

Alasan kedua adalah karena “sistem acara keagamaan yang rumit dimana sistem ini diwujudkan dalam kalender Tzolkʼin yang terdiri dari 260 hari.”

Sayangnya, sebagian besar karya tulis suku Maya dihancurkan oleh penjajah Spanyol. Beruntung, tiga naskah masih bisa terselamatkan hingga hari ini.

Menariknya, ketiga naskah tersebut berfokus pada ketepatan waktu ritual, dewa-dewi, serta entitas dan praktik-praktik langit lainnya. Informasi astronomi dan ilustrasi dewa-dewi sangat menonjol dalam Kodeks Dresden, sementara Kodeks Madrid merinci pengorbanan, ramalan, dan kisah-kisah peperangan. Kodeks Paris juga menggambarkan ritual dan upacara suku Maya.

Gambaran dewa-dewa sering muncul, tidak hanya dalam kodeks-kodeks ini, tetapi juga dalam semua karya seni Maya.