Tahun Kabisat dan Upaya Menyinkronkan Kalender Sepanjang Sejarah Dunia

By Sysilia Tanhati, Rabu, 28 Februari 2024 | 08:04 WIB
29 Februari 2024, adalah hari kabisat, keanehan kalender yang terjadi (hampir) setiap empat tahun sekali. Selama berabad-abad sepanjang sejarah dunia, upaya untuk menyinkronkan kalender kerap menimbulkan kekacauan. Oleh karena itu, konsep tahun kabisat memberikan cara untuk mengganti waktu yang hilang. (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id29 Februari 2024, adalah hari kabisat, keanehan kalender yang terjadi (hampir) setiap empat tahun sekali. Selama berabad-abad sepanjang sejarah dunia, upaya untuk menyinkronkan kalender kerap menimbulkan kekacauan. Oleh karena itu, konsep tahun kabisat memberikan cara untuk mengganti waktu yang hilang.

“Semuanya bermuara pada fakta bahwa jumlah revolusi bumi pada porosnya, atau jumlah hari, sama sekali tidak berhubungan dengan berapa lama waktu yang dibutuhkan bumi untuk mengelilingi matahari,” kata John Lowe. Ia memimpin National Institute of Standards and Technology (NIST)’s Time & Frequency Division.

Satu tahun matahari panjangnya kira-kira 365,2422 hari. Tidak ada kalender yang mencakup seluruh hari yang dapat menandingi angka tersebut. Apabila kita mengabaikan pecahan yang tampaknya kecil itu, kita akan mendapatkan masalah yang jauh lebih besar daripada yang diperkirakan.

Manusia telah lama mengatur kehidupannya sesuai dengan apa yang diamatinya di langit. Orang Mesir kuno menanam tanaman mereka setiap tahun pada malam hari ketika bintang malam paling terang menghilang.

Sementara sejarawan Yunani dan Romawi kuno juga mengandalkan posisi bintang untuk menentukan peristiwa tepat waktu. Para pemimpin agama mengharapkan hari-hari raya selaras dengan musim dan fase bulan tertentu.

Itulah sebabnya sebagian besar dunia modern mengadopsi kalender Gregorian dan sistem tahun kabisatnya. Hal ini dilakukan agar hari dan bulan tetap selaras dengan musim.

“Kami telah membuat kalender yang hampir mirip,” kata Lowe, “tetapi untuk membuatnya berhasil, Anda harus melakukan trik hari kabisat yang memiliki beberapa aturan unik.”

Strategi ketepatan waktu kuno dalam sejarah dunia

Upaya untuk menyesuaikan jadwal alam dengan jadwal kita tidaklah sempurna sejak awal.

Masyarakat Mesir awal dan masyarakat lain dari Tiongkok hingga Romawi pernah menggunakan kalender lunar untuk melacak waktu.

Namun bulan lunar rata-rata 29,5 hari dan tahun hanya sekitar 354. Jadi masyarakat yang mempertahankan waktu lunar dengan cepat menjadi tidak sinkron dengan musim karena jeda 11 hari.

Kalender kuno lainnya berasal dari bangsa Sumeria sekitar 5.000 tahun yang lalu. Kalender tersebut hanya membagi tahun menjadi 12 bulan yang masing-masing terdiri dari 30 hari. Dalam 360 hari setahun mereka hampir seminggu lebih pendek dari perjalanan tahunan kita mengelilingi matahari.

“Ketika orang Mesir kuno mengadopsi kalender ini, mereka sadar bahwa ada masalah,” kata Lowe. “Mereka baru saja menambahkan lima hari tambahan untuk festival, pesta, di akhir tahun.”

Sejarah dunia: Ketika Julius Caesar menciptakan Year of Confussion

Pada saat Julius Caesar menikmati hubungan asmaranya yang terkenal dengan Cleopatra, kalender lunar Romawi telah menyimpang sekitar tiga bulan dari musim.

Meski sebelumnya sudah ada upaya untuk mengubahnya dengan menambahkan hari atau bulan secara tidak teratur pada tahun tersebut.

Untuk memulihkan ketertiban, Caesar melihat ke tahun Mesir yang memiliki 365 hari, yang sudah ada sejak abad ketiga SM.

Kalender Mesir telah menetapkan kegunaan sistem tahun kabisat untuk mengoreksi kalender setiap empat tahun.

Caesar mengadopsi sistem tersebut dengan menetapkan Year of Confussion atau Era Bingung (Tahun 46 SM). Memiliki jumlah hari sebanyak 445, tahun ini diciptakan memperbaiki penyimpangan selama bertahun-tahun sekaligus.

Dia kemudian mengamanatkan tahun 365,25 hari yang hanya menambahkan satu hari kabisat setiap tahun keempat.

Namun sistem ini pun memiliki kelemahan. Pasalnya seperempat hari yang ditambahkan pada tahun kabisat setiap tahunnya sedikit lebih lama dibandingkan sisa tahun matahari yang berjumlah 0,242 hari.

Hal ini membuat satu tahun kalender menjadi 11 menit lebih pendek dibandingkan tahun matahari. Alhasil, keduanya akan berbeda satu hari penuh setiap 128 tahun.

“Ternyata, jika Anda tetap melakukan satu kali setiap empat tahun, itu terlalu banyak,” kata James Evans, fisikawan di Universitas Puget Sound dan editor Journal for the History of Astronomy.

Mereformasi aturan tahun kabisat dalam sejarah dunia

Hingga abad ke-16, perbedaan kecil dari kalender Julian menyebabkan tanggal-tanggal penting, termasuk hari raya, menyimpang sekitar 10 hari.

Paus Gregorius XIII mendapati situasi ini tidak dapat dipertahankan. Maka, kalender Gregorian pun digunakan pada tahun 1582.

“Paus Gregorius mereformasi kalender dan mereka mengurangi sepuluh hari dari bulan Oktober tahun itu,” kata Evans. “Kemudian mereka mengubah aturan hari kabisat untuk memperbaiki masalah tersebut.”

Kalender alternatif modern

Bahkan saat ini, beberapa kalender mengabaikan tahun kabisat yang dimaksudkan agar kita tetap sesuai dengan orbit kita. Sementara kalender lainnya mengabaikan matahari sama sekali.

Misalnya, kalender Hijriah. Kalender ini menggunakan sistem lunar yang hanya berjumlah 354 hari dan bergeser sekitar 11 hari dari kalender Masehi setiap tahunnya.

Meskipun Tiongkok menggunakan kalender Gregorian untuk keperluan resmi, kalender lunisolar tradisional masih populer dalam kehidupan sehari-hari.

Kalender ini mengikuti fase bulan dan menerapkan seluruh bulan kabisat setiap tiga tahun sekali.

 “Orang-orang bisa terbiasa dengan sistem kalender apa pun. Namun begitu mereka terbiasa, hal yang tampaknya membuat mereka gusar adalah ketika ada sesuatu yang diubah,” kata Evans.

Komplikasi di masa depan

Sistem kalender Gregorian menjadikan pecahan hari pada tahun matahari dan kalender tahun kabisat hampir sama dengan sesekali melewatkan hari kabisat.

Sistem ini menghasilkan rata-rata panjang tahun 365,2425 hari, hanya setengah menit lebih lama dari tahun matahari.

Dengan kecepatan seperti itu, diperlukan waktu 3.300 tahun sebelum kalender Gregorian berpindah satu hari pun dari siklus musiman kita.

Artinya, generasi mendatang pada akhirnya akan mengambil keputusan mengenai tahun kabisat.

“Jadi 3.000 tahun dari sekarang, orang mungkin memutuskan untuk mengubahnya,” kata Lowe. “Kita hanya harus menunggu dan melihat.”