Bahkan, dikatakan orang-orang mesir akan mengambil risiko masuk ke dalam gedung yang terbakar hanya untuk menyelamatkan kucing.
Hal tersebutlah yang dimanfaatkan pasukan Persia untuk mengalahkan Mesir. Cambyses memerintahkan para prajuritnya untuk membawa tameng yang dilukis dengan rupa Bastet.
Selain itu, Seaver menambahkan, pasukan terdepan juga membawa kucing dan hewan-hewan lain yang dianggap suci oleh orang Mesir.
“Karena orang Mesir tidak ingin menyakiti hewan-hewan tersebut, sehingga beberapa di antaranya melarikan diri dari pertempuran sementara yang lainnya dibantai,” jelas Seaver.
Dengan strategi itulah, Kekaisaran Persia berhasil memenangkan pertempuran. Pemanfaatan hewan-hewan suci Mesir, merupakan bentuk psikologis untuk memecah belah dan mengganggu konsentrasi pasukan Mesir.
Raja Aleksander Agung dari Makedonia (336 - 323 SM)
Alexander III dari Makedonia, atau Alexander Agung, adalah salah satu penakluk paling sukses dalam sejarah dunia.
Sebagian dari kesuksesannya adalah karena perang psikologis yang dia terapkan. Bahkan dia dikenal sebagai salah satu orang yang terbaik dalam taktik ini.
“Aleksander Agung dikenal karena manipulasi politik dan budayanya. Dia menerapkan ideologi Helenistik dalam penaklukannya untuk mendorong persatuan di antara berbagai bangsa,” jelas Seaver.
Ketika Aleksander Agung menginvasi Persia, ia menikahi putri mendiang Raja Persia Darius III, Roxana. Dia juga memerintahkan delapan perwiranya untuk menikahi wanita Persia. Semua tentaranya yang menikahi penduduk setempat diberi bayaran.
Dengan cara ini, Aleksander memiliki banyak mata di dalam negeri, dan setiap pembicaraan tentang pemberontakan dengan cepat dipadamkan.