Bagaimana Ritual Seppuku Menjadi Populer di Kekaisaran Jepang?

By Tri Wahyu Prasetyo, Minggu, 3 Maret 2024 | 17:00 WIB
Sejarah seppuku tidak jelas dan sulit untuk melacak awal dari ritual bunuh diri terhormat. Ritual ini biasa dilakukan para samurai di Kekaisaran Jepang. (Utagawa Kuniyasu)

Nationalgeographic.co.id–Seppuku merupakan ritual bunuh diri yang dilakukan oleh para samurai Kekaisaran Jepang. Meskipun demikian, tidak jelas dan sulit untuk melacak awal mula ritual bunuh diri ini. 

Tampaknya, catatan pertama tentang Seppuku terjadi di medan perang sebagai cara untuk melarikan diri. Daripada ditangkap oleh musuh mereka, para pejuang Jepang Kuno lebih memilih untuk melakukan bunuh diri.

Menurut A. Sutherland, dilansir dari laman Ancient Pages, samurai pertama yang melakukan bunuh diri dengan mengiris perutnya adalah Minamoto no Tametomo (1139-1170).

“Terkenal sebagai pemanah hebat yang pernah menenggelamkan seluruh kapal Taira hanya dengan satu anak panah, Samurai legendaris Tametomo memilih untuk melakukan Seppuku,” jelas Sutherland.

Seppuku Kekaisaran Jepang

Banyak orang di dunia menganggap seppuku sebagai tindakan yang mengerikan dan biadab. Di sisi lain, menurut cara berpikir orang Jepang, seppuku berarti kematian yang terhormat–lebih diinginkan daripada hidup sia-sia dalam rasa malu.

Menurut Sutherland, kemungkinan besar orang-orang Jepang kuno belajar tentang seppuku dari orang Tiongkok.  

“Karena Seppuku membutuhkan pedang dan pembuatan pedang tidak dimulai di Jepang hingga abad kedua sebelum masehi, kecil kemungkinan bahwa penduduk asli Jomon mempraktikkan jenis ritual bunuh diri ini,” jelas Sutherland.

Periode Jomon adalah era paling awal dalam sejarah Kekaisaran Jepang yang dimulai sekitar tahun 14.500 SM.

Sumber-sumber Tiongkok kuno seperti, misalnya, “The Annals of Lu Buwei”, ringkasan sejarah Tiongkok yang ditulis pada abad ketiga sebelum masehi berisi banyak cerita yang menggambarkan orang-orang yang bunuh diri dengan pedang.

"Tentara Di tiba dan menemukan Adipati Yi di Rongze, di mana mereka membunuhnya. Mereka memakan semua dagingnya, hanya menyisakan hatinya. Ketika dia tiba di rumah, Hong Yan melaporkan misinya ... dia telah selesai, dia berseru kepada Surga dan menangis terisak-isak dan baru berhenti setelah semua kesedihannya habis. Kemudian berkata, 'Hamba-Mu meminta agar dia menjadi pakaian luar-Mu,' dia bunuh diri dengan membelah perutnya dan memasukkan hati Adipati Yi ke dalam dirinya." (Catatan Sejarah Lu Buwei)

Pengetahuan tentang seppuku segera menyebar di sebagian Asia Timur, dan orang Jepang kuno mengadopsi ritual bunuh diri ini.

Minamoto no Tametomo 

Minamoto no Tametomo dikenal sebagai pemanah sakti yang pernah menenggelamkan seluruh kapal Taira hanya dengan satu anak panah. Konon Tametomo yang legendaris memilih untuk melakukan Seppuku. (Tsukioka Yoshitoshi)

Minamoto no Tametomo, juga dikenal sebagai Chinzei Hachiro Tametomo, adalah seorang samurai anggota klan Minamoto. 

Salah satu hal yang membuat Tametomo terkenal adalah keahliannya dalam memanah. Sebagian orang menganggap bahwa dia merupakan pelopor dari ritual seppuku.

Momen penting dalam sejarahnya terjadi pada tahun 1156, ketika terjadi konflik politik antara Kaisar Go-Shirakawa dan Kaisar Sutoku, yang dikenal sebagai Perang Hogen.

Tametomo berjuang di pihak Kaisar Sutoku dan mengalami kekalahan. Setelah kekalahan ini, ia diasingkan oleh klan Taira ke Pulau Izu.

“Pihak yang menang menghukum dengan brutal, dan semua pemberontak Minamoto dieksekusi dengan pemenggalan kepala,” kata Sutherland.

Beruntung, pihak musuh mengampuni nyawa Tametomo. Beberapa tahun kemudian, Minamoto no Tametomo yang dendam bertemu kembali dengan musuhnya di Honshu utara dan menembakkan anak panah yang menghancurkan kapal Taira.

Penulis Ben Hubbard, dalam bukunya “The Samurai: Swords, Shogun and Seppuku”, menulis bahwa "tembakan terakhir yang sangat terarah dan mungkin menyakitkan ini akan melewati dua sisi kapal yang penuh dengan samurai Taira dan menenggelamkannya.” 

Pada akhirnya, “Taira menjebak Tametomo di sebuah rumah, di mana ia terkenal akan membelah perutnya sambil berdiri dengan punggung bersandar pada pilar. Meskipun hal ini memberi Tametomo warisan yang meragukan dari bunuh diri seppuku pertama yang tercatat, lebih banyak lagi yang akan terjadi pada Perang Genpei setelahnya."

Tradisi Seppuku di Era Modern

Meskipun era kelas samurai telah berakhir setelah Restorasi Meiji pada tahun 1868, tradisi seppuku masih dilakukan pada Perang Dunia II.

Pada tahun 1945, menjelang kekalahan Jepang, sejumlah perwira militer dan warga sipil melakukan seppuku. Ritual ini masih dianggap sebagai tindakan kehormatan yang dilakukan oleh individu untuk menghindari malu atau untuk menunjukkan kesetiaan yang kuat terhadap prinsip atau pemimpin.

Selain itu, pasca Perang Dunia II, masih terdapat laporan tentang orang-orang yang melakukan seppuku. Salah satu yang dikenal luas adalah kejadian pada November 1970.

“Yukio Mishima (1925-1970), seorang penulis, penulis naskah, aktor, sutradara film, dan pendiri Perhimpunan Perisai ('Tatenokai'), sebuah milisi swasta di Jepang yang didedikasikan untuk nilai-nilai tradisional Jepang dan pemujaan terhadap Kaisar, memutuskan untuk bunuh diri,” 

Mishima, yang juga ahli dalam seni bela diri, adalah seorang pria kontroversial. Dia sangat menghormati nilai-nilai Kode Bushido. 

Pada tahun 1970, dia dan tiga anggota milisinya melakukan percobaan. Ketika mereka menguasai pangkalan militer Jepang dan menyandera komandannya, tetapi gagal.