Teror Kelompok Fanatik Yahudi dalam Sejarah Kekaisaran Romawi

By Tri Wahyu Prasetyo, Minggu, 3 Maret 2024 | 15:00 WIB
Tebarkan teror, ahli pedang Sicari membunuh para pendukung Romawi. Sicarii akan muncul entah dari mana dan membunuh di tengah keramaian. (Angel Garca Pinto)

Nama Sicarii berasal dari senjata yang digunakan oleh kelompok ini. Senjata pilihan mereka berupa pedang kecil, tidak jauh berbeda panjangnya dari acinacæ Persia, namun agak bengkok. (Barnebys)

Tindakan yang dilakukan oleh Sicarii sangat mirip dengan kelompok-kelompok modern yang menyandang julukan teroris. Mereka membunuh tokoh-tokoh Yahudi terkemuka yang dianggap sebagai kolaborator Romawi

Serangan-serangan ini sering kali dilakukan di depan umum, sehingga para penyerang dapat berbaur kembali dengan kerumunan orang di sekitarnya setelah serangan terjadi. Tentu akan sulit menemukan Sicarii seusai aksinya.

Menurut Josephus, orang pertama yang digorok lehernya oleh mereka adalah Yonatan, imam besar, dan setelahnya, banyak orang dibunuh setiap hari. 

Yang lebih mengerikan daripada kejahatan itu sendiri adalah rasa takut yang ditimbulkannya, setiap orang setiap jam menunggu kematian, seperti dalam perang. Jika Sicarii dapat mencapai anggota masyarakat Yahudi yang paling berkuasa dan berpengaruh, maka tidak ada yang aman dari cengkeraman mereka.

Tak hanya membunuh, kaum Sicarii juga melakukan sederet aksi penjarahan terhadap musuh maupun kaum bangsawan Yahudi pro-Romawi di daerah sekitar Yerusalem.

Menurut beberapa sejarawan, hal tersebut dapat dilihat sebagai upaya untuk memupuk pemberontakan di antara penduduk Yahudi setempat. Mereka ingin menunjukkan bahwa otoritas Romawi tidak berdaya untuk mempertahankan hukum dan ketertiban

Ada juga yang berpendapat bahwa orang-orang Sicarii berusaha memprovokasi tindakan keras terhadap gerakan anti-Romawi Yahudi oleh orang-orang Saduki. Hal ini kemudian memicu pemberontakan di kalangan penduduk. 

Smith menjelaskan, selama periode menjelang pemberontakan Yahudi pada tahun 66 SM, kaum Sicarii dipimpin oleh Menahem ben Judah, hingga ia dibunuh oleh para pesaingnya. 

“Kematiannya menandai berakhirnya partisipasi Sicarii dalam pemberontakan Yahudi yang pada akhirnya menyebabkan tercerai-berainya penduduk Yahudi dan penghancuran bait suci kedua,” kata Smith.

Ambang Kekalahan dan Pertahanan Terakhir

Kaum Sicarii berpindah lokasi ke benteng di puncak gunung Masada. Selama periode ini, Smith menjelaskan, mereka mulai merampok dan menjarah daerah pedesaan di sekitar benteng.

Seperti yang digambarkan Josephus, di mana Sicarii membantai tujuh ratus wanita dan anak-anak, "menelanjangi rumah-rumah, merampas hasil panen yang paling matang, dan membawa hasil rampasannya ke Masada". 

Bagi Smith, tindakan-tindakan ini sejalan dengan kelompok-kelompok teroris modern, yang sering “mengaburkan batas antara aktivisme politik dan bandit ketika mereka mendukung tujuan ideologis.”

Namun kebrutalan mereka terhadap penduduk desa tak berlangsung lama. Mereka segera harus menghadapi pengepungan Romawi terhadap Masada. 

Pasukan Romawi memanfaatkan tenaga kerja budak untuk membangun tembok di sekeliling Masada. Sebisa mungkin, mereka mencegah pasokan apa pun yang mengarah ke Sicarii dan menghentikan setiap upaya pelarian.

Pengepungan akhirnya berakhir dengan bunuh diri massal semua orang yang berada di dalam benteng Masada, termasuk keluarga dan anak-anak Sicarii.