Selama Abad Pertengahan, mandi adalah pekerjaan yang sangat merepotkan, dan bahkan dianggap tidak sehat, sehingga orang jarang melakukannya.
Meskipun demikian, menurut Lundin, di beberapa bagian Eropa, para wanita masih memperhatikan tampilan rambut mereka.
Beberapa dari mereka, mengoleskan ramuan penumbuh rambut dari roti jelai yang dibakar, garam, dan lemak beruang.
Sementara yang lain, lebih suka mencampur teh dengan susu kambing, kulit kayu elm, akar willow, dan akar alang-alang, untuk mencuci rambut mereka. Hal ini diharapkan dapat membuat rambut menjadi lebih tebal.
Metode pencucian rambut lainnya termasuk cuka, air rosemary, jelatang, mint, thyme, dan beberapa herbal lainnya.
“Selama periode Renaisans, wanita di Italia mencuci rambut mereka dengan sabun alkali, dan kemudian menggunakan lemak daging dan licorice untuk mengkondisikan rambut mereka,” jelas Lundin.
Perawatan Rambut Abad ke-18: Rambut palsu berlimpah
Selama tahun 1700-an dan 1800-an, bagi orang-orang kaya wig adalah segalanya. Bukan sembarang wig, mereka mengenakan berbagai macam wig dengan ukuran jumbo dan berwarna.
“Kebanyakan berwarna putih, tapi wanita juga suka memakai warna-warna pastel seperti merah muda, biru, dan bahkan lavender,” kata Lundin. “Semakin kaya Anda, semakin besar wig Anda.”
Seiring berjalannya waktu, orang yang lebih kaya memakai wig yang lebih tinggi. Biasanya berbahan rambut manusia asli atau dengan rambut kambing dan kuda.
Yang paling terkenal adalah Countess of Matignon. Wanita Prancis ini membayar penata rambut untuk membuatkan wig barunya setiap hari.
Era Victoria: Telur di mana-mana