Bagaimana Minum Alkohol Bisa Bikin Mata Buta dan Memicu KDRT

By Utomo Priyambodo, Kamis, 14 Maret 2024 | 17:00 WIB
Minum alkohol bisa menyebabkan kebutaan pada peminumnya dan juga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh peminum kepada pasangannya. (Find Rehab Centers/Flickr)

Respons individu berbeda‐beda dari terapi yang diberikan. Jika belum terlambat, kadangkala tajam penglihatan bisa membaik. Namun jika sudah terjadi kerusakan jaringan total, akan sulit kembali normal sehingga terjadi kebutaan.

Minum alkohol berlebihan bisa bikin mata buta. Terutama alkohol jenis metanol. (Needpix.com)

Terjadinya kematian memang tidak bisa kita prediksi. Namun, alkohol yang telah dicampurkan dengan zat kimia metanol sangat berbahaya bila dikonsumsi. Konsumsi alkohol 70% yang telah bercampur dengan metanol dapat menyebabkan kebutaan dan kelumpuhan. Dalam kasus yang berat, minuman ini dapat menyebabkan henti jantung hingga kematian dan kasusnya cukup banyak di masyarakat kita.

Tak hanya ity, beberapa jenis kanker juga bisa dipicu oleh konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol dapat memicu kanker di beberapa wilayah tubuh yang meliputi mulut, kerongkongan, tenggorokan, laring (bagian dari sistem pernapasan), dan hati.

Dalam tubuh manusia, alkohol akan mengaktifkan beberapa jenis enzim yang memicu perkembangan sel kanker. Alkohol juga akan merusak DNA dalam tubuh sehingga beberapa bagian sel dalam tubuh akan tumbuh dan berlipat ganda secara tidak terkendali.

Mengingat bahayanya yang dapat menyebabkan Kebutaan hingga Kematian sudah sepantasnya kita semua menjauhi alkohol dan mulai menerapkan hidup sehat tanpa alkohol. Sebab, tak hanya merugikan diri sendiri, minum alkohol juga bisa merugikan orang lain. Salah satunya, menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Sebuah riset yang digarap oleh University of Oxford menemukan bahwa para pria yang kecanduan alkohol atau narkoba ternyata enam hingga tujuh kali lebih berisiko untuk melakukan KDRT. Riset tersebut, yang hasilnya telah di jurnal PLOS-Medicine, menganalisis ratusan ribu catatan medis dan data polisi dari Swedia selama 16 tahun.

Selain risiko melakukan kekerasan terhadap pasangannya, para pria yang kecanduan alkohol atau narkoba ini juga mengalami gangguan mental dan perilaku menyimpang. Namun belum dapat dipastikan apakah gangguan mental atau perilaku itu merupakan pengaruh dari alkohol atau narkoba.

Profesor Seena Fazel dari University of Oxford, yang memimpin penelitian ini, mengatakan temuan tersebut menunjukkan bahwa tingkat KDRT bisa diturunkan atau diperkecil dengan meningkatkan pelayanan dan pengawasan terhadap orang-orang yang kecanduan minum alkohol.

"Program-program untuk mengobati para pecandu belum begitu efektif hingga saat ini — mungkin ini mencerminkan kurangnya bukti berkualitas tinggi tentang faktor risiko yang dapat ditargetkan," kata Prof Fazel kepada BBC News.

Selain itu, banyak penelitian lain juga menunjukkan bahwa jumlah alkohol yang diminum seseorang sebelum melakukan perilaku kasar biasanya berjumlah satu atau lebih minuman. Jadi alkohol dapat dikaitkan dengan kekerasan dalam rumah tangga hanya melalui tindakan sekali minum saja, bukan dalam keadaan mabuk.

Sekali lagi, penting untuk dipahami bahwa alkohol dianggap memengaruhi perilaku seseorang karena alkohol mengubah persepsinya terhadap realitas. Alkohol tidak menyebabkan perilaku KDRT, tetapi mengubah persepsi peminumnya terhadap realitas sehingga melakukan tindakan atau perilaku yang salah, termasuk KDRT.

Dalam beberapa kasus, keinginan untuk melakukan kekerasan seksual juga dapat menyababkan seseorang untuk mengonsumsi alkohol—misalnya untuk membenarkan perilakunya. Alkohol dapat memengaruhi penilaian, persepsi, dan kemampuan mereka untuk memproses apa yang terjadi.

Jadi, misalnya, hal ini dapat berarti bahwa kebiasaan minum alkohol dapat meningkatkan kemungkinan pelaku salah mengartikan apa yang dikatakan atau dilakukan pasangannya dan bereaksi atau bertindak berlebihan.

Pelaku juga mungkin mengalami peningkatan perasaan berkuasa atau kendali terhadap pasangannya ketika mereka minum minuman beralkohol, yang dapat memperburuk risiko perilaku kekerasan. Yang terakhir, pasangan mungkin mempunyai konflik mengenai kebiasaan minum pelaku, yang dapat menyebabkan peningkatan kekerasan.