Gara-gara Jabatan Diktator, Republik Romawi Jatuh Jadi Kekaisaran

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 15 Maret 2024 | 15:00 WIB
Julius Caesar menyatakan dirinya diktator seumur hidup di sejarah Kekaisaran Romawi. Setahun setelah dilantik, dia dibunuh oleh para anggota senat yang mengakhiri era Republik Romawi. (Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Sebelum Kekaisaran Romawi berbentuk monarki yang dipimpin kaisar, kerajaan ini salah satu republik tertua dalam sejarah. Alih-alih penguasanya satu orang kaisar, Republik Romawi diperintah oleh dua konsul.

Calon konsul dapat diusung oleh Senat dan dipilih lewat pemilu oleh Comita Centuria untuk menjabat selama satu tahun. Selain itu, Konsul dapat memveto (membatalkan keputusan) keputusan konsul lain. 

Sementara itu, keduanya sangat bergantung pada badan Comita Centuria. Komite ini berwenang dalam pengesahan undang-undang, memilih hakim, merencanakan perang, pertimbagnan ajuan banding, dan hubungan luar negeri.

Dengan demikian, dalam posisi politik, konsul tidak begitu kuat dibandingkan anggota Senat. Jika disejajarkan dengan era Kekaisaran Romawi, Senat era republik setara dengan kaisar.

Anggota Senat berasal dari kelas bangsawan Romawi. Untuk mendapatkan kursi, mereka harus bersaing di tribun dari Kaum Plebeian, kelas pekerja yang bertindak dalam kapasitas resmi pemerintahan.

Meski sistem republik ini cenderung demokratis, Kekaisaran Romawi periode ini begitu lemah secara internal dalam perebutan kekuasaan. Terdapat beberapa diktator semasa republik, yang oleh para ahli sejarah di bidang Kekaisaran Romawi, lebih berkuasa dibandingkan kaisar masa monarki.

Kebangkitan Para Diktator Republik Romawi

Antara 501 dan 202 SM, Republik Romawi telah mengalami 85 kali kediktatoran, namun hanya sedikit yang populer dalam ingatan sejarah karena kurang prestasi.

Diktator dapat diangkat--bukan dipilih lewat pemilu--sebagai satu-satunya hakim yang sangat berperan dalam roda pemerintahan. 

Pengangkatan diktator memiliki aturan tidak jelas, ada banyak alasan. Misalnya, mantan konsul Lucius Quinctius Cincinnatus yang menjadi diktator sejak 458 SM. Atau, mantan konsul Tribun Marcus Furius Camillus yang menjadi diktator pada 396 SM. Keduanya diangkat sebagai diktator kala Republik Romawi sedang berperang.

Diktator seharusnya menjabat selama enam bulan, setengah dari masa jabatan konsul.  Namun, durasi waktu bisa berubah-ubah karena berbagai faktor, termasuk perebutan kekuasaan atau dewan yang memang memperpanjangnya.

Perubahan masa jabatan ini berarti diktator kerap mengubah sistem pemerintahan secara konstitusional.