Aturan Makan Ninja Kekaisaran Jepang Ini Bisa Hilangkan Bau Badan

By Sysilia Tanhati, Kamis, 21 Maret 2024 | 07:00 WIB
Shinobi atau ninja yang misterius di Kekaisaran Jepang sering kali menjalani kehidupan yang sangat sulit dipahami. Beberapa dokumen sejarah menunjukkan bahwa mereka memiliki aturan makanan khusus. Seperti apa makanan ninja di masa lalu? (Ocdp/CC0 1.0)

Nationalgeographic.co.id—Shinobi atau ninja yang misterius di Kekaisaran Jepang sering kali menjalani kehidupan yang sangat sulit dipahami. Oleh karena itu, batas antara sejarah dan fiksi yang mereka inspirasi menjadi kabur.

Walaupun rinciannya kadang-kadang berbeda, para ahli ninja biasanya sepakat pada beberapa fakta umum. Para pejuang gerilya yang penuh rahasia konon pernah tinggal di pegunungan Prefektur Mie antara tahun 1487 dan 1603. Selama satu abad penuh pertikaian militer, mereka diyakini berada di sana.

Para ninja disewa untuk menjadi pembunuh yang menggunakan teknik yang sangat terspesialisasi dan rahasia. Namun rincian ini pun, tulis sejarawan militer Stephen Turnbull, sulit dibuktikan.

Meski begitu, Turnbull tidak yakin fakta soal ninja itu hanya rekayasa belaka. “Semua tradisi yang diciptakan mempunyai dasar pada faktanya,” tulisnya, “tidak peduli betapa lemahnya hubungan yang dibuat antara tradisi yang berkembang dan sejarah yang tercatat.”

Beberapa dekade setelah ninja dinyatakan ada di Kekaisaran Jepang, para sejarawan dan pendongeng mulai banyak menulis tentang mereka. Mereka menulis soal siapa ninja, apa yang dilakukan, dan bagaimana dikonsumsi.

Berbagai kisah menggambarkan bagaimana ninja menghindari makanan yang beraroma kuat. Tujuannya agar lebih mudah menyelinap ke arah musuh. Ninja di Kekaisaran Jepang juga membatasi pola makan agar tetap lincah. Mereka bahkan menggunakan makanan untuk mengirim pesan rahasia.

Era modern biasanya menggambarkan ninja sebagai tokoh mitis yang mengenakan pakaian seperti piama, berlarian dalam bayang-bayang. Namun catatan awal, yang kemungkinan besar mendekati kebenaran, menunjukkan bahwa mereka pada dasarnya adalah petani. Sebagian dari mereka adalah pekerja pertanian, sebagian lagi adalah samurai. Semuanya makan seperti rekan-rekannya di pedesaan.

“Banyak ninja Kekaisaran Jepang dikatakan berasal dari kelas sosial bawah,” ungkap Turnbull. “Metode mereka yang penuh rahasia dan curang merupakan kebalikan dari cita-cita samurai mulia.” Laporan menggambarkan mereka bersembunyi selama berhari-hari, menyusup ke wilayah musuh, atau bertindak sebagai mata-mata atau pembunuh.

Jika mereka makan seperti petani lain, ungkap peneliti Makato Hisamatsu, mereka mungkin makan dua kali sehari. Sebagian besar yang dikonsumsi terdiri dari millet, dedak padi, miso, serta sayuran dan tanaman liar.

Di Kekaisaran Jepang, Shinobi atau ninja seringkali bekerja sebagai mata-mata, penyabot, hingga pembakar. Dalam catatan sejarah, terdapat beberapa kelompok shinobi yang pernah hidup, salah satunya adalah kelompok Fuma. (Utagawa Kunisada)

“Mereka diperkirakan juga memakan belalang, ular, dan katak,” tambah Hisamatsu. “Semua itu adalah pola makan yang lebih seimbang dibandingkan saat ini.” Tentu saja, manfaat nutrisi dari beras merah telah terdokumentasi dengan baik. Meski serangga, reptil, dan amfibi jarang muncul dalam banyak panduan makan sehat yang terinspirasi dari ninja saat ini.

Namun dokumen dari akhir abad ke-17 dan ke-18 menunjukkan perbedaan antara pola makan ninja dan rekan-rekan petani mereka. “Ninja dikatakan menghindari makanan yang sangat pedas, karena takut diendus musuh,” ujar Hisamatsu.

Bawang putih, daun bawang, dan anggota keluarga allium lainnya tidak termasuk dalam menu. Daging merah juga demikian, meskipun kebanyakan orang yang tinggal di Jepang abad pertengahan beragama Buddha atau Shinto. Karena itu, sebagian besar vegetarian.

Sebuah penelitian menunjukkan perubahan nyata dalam bau badan pada pria yang menjalani pola makan vegetarian. Sementara penelitian lain mengaitkan peningkatan konsumsi bawang putih dengan aroma yang lebih tajam.

Ada perbedaan lain. Para ninja dikatakan sangat memperhatikan lingkar pinggang mereka supaya tetap lincah, kata Hisamatsu. Dalam praktiknya, hal ini berarti menerapkan pola makan yang sederhana dan bergizi.

Alhasil, ketika perlu “menjadi ninja yang tersembunyi dan bergelantungan”, mereka akan cukup ringan untuk melakukannya dengan mudah.

Bansenshukai adalah salah satu sumber teks paling terkenal tentang ninja, meskipun berasal dari tahun 1676, jauh setelah masa kejayaan ninja. Bansenshukai adalah dokumen yang campur aduk, banyak di antaranya diambil dari filosofi militer Tiongkok.

Dokumen ini hampir seperti manual. Isinya berupa cara kerja yang mengeklaim sebagai akumulasi utama pengetahuan ninjutsu. Panduan ini mencakup petunjuk cara membuat apa yang disebut “pil kelaparan”. Pil ini sangat bermanfaat dalam perjalanan jauh dan rahasia ketika makanan mungkin langka.

Salah satu resepnya menggabungkan ubi, kayu manis, beras ketan, dan biji teratai. Semuanya dicampur menjadi satu dan direbus kemudian dibentuk menjadi bola-bola.

“Bagilah ini kepada 15 orang, maka mereka tidak akan kelaparan, meskipun mereka tidak makan apa pun hingga 3 hari.” Perhitungan modern menunjukkan bahwa setiap bola memiliki sekitar 300 kalori. Jumlah tersebut mungkin tidak cukup, tapi bisa jadi camilan yang layak dan padat nutrisi untuk perjalanan panjang.

Museum Ninja Iga-ryu merupakan sebuah museum Jepang yang didedikasikan untuk ninja dan sejarahnya di Kekaisaran Jepang. Museum tersebut menggambarkan “bola haus” yang membantu ninja menghindari dehidrasi. Makanan tersebut dibuat dari bubur umeboshi yang dihancurkan, jamur rye ergot, dan gula kristal. Semuanya menjadi kombinasi makanan yang ampuh dan kaya elektrolit yang sering digunakan saat ini sebagai obat mabuk.

“Pil semacam itu sangat penting bagi pengintai jarak jauh ini,” tulis Antony Cummins dalam Samurai and Ninja: The Real Story Behind the Japanese Warrior Myth. “Mereka diperkirakan berada di lapangan untuk waktu yang lama dengan sedikit atau tanpa makanan. Kesehatan mereka pun diperkirakan menurun.”

Teks karya penulis militer Jepang abad ke-18 Chikamatsu Shigenori menjelaskan kegunaan lain makanan dalam budaya ninja. Salah satunya adalah sebagai cara untuk mengirim pesan rahasia di Kekaisaran Jepang.

Untuk menyampaikan tanggal, ninja dapat mengirimkan potongan ikan yang ukuran dan jumlah potongannya sesuai dengan bulan dan hari.

“Untuk berjanji melakukan pengkhianatan, Anda harus mengirimkan ikan asin,” tulis Shigenori. “Jika Anda akan melakukan pembakaran, Anda harus mengirimkan ikan kering.” Kue manis berarti seruan untuk bala bantuan; roti gulung adalah seruan pasukan untuk menyerang musuh dari belakang.

Kue beras menandakan permintaan perbekalan—walaupun mungkin ninja tidak akan mengirimkannya kecuali mereka yakin akan mendapat pasokan kembali. Para petarung rupanya juga mengirimkan surat anodyne. Tujuannya untuk melindungi pembawa pesan jika pesan mereka jatuh ke tangan yang salah.

Sulit untuk mengatakan apakah ninja di Kekaisaran Jepang benar-benar mengonsumsi makanan seperti yang dijelaskan dalam teks. Namun apa yang diungkapkan oleh sumber-sumber ini adalah asal-usul tradisi nasional yang sangat dipegang teguh.

Dari dokumen tersebut, konsep modern kita tentang para ninja berasal. Pada awal tahun 1670-an, orang-orang membayangkan ninja seperti gas mematikan. Mereka lebih ringan dari udara, mampu menyusup ke area yang sulit ditembus, dan tidak dapat terdeteksi, bahkan melalui penciuman.