Sehari Merayakan Semarak Ramadan di Era Kejayaan Kekisaran Ottoman

By Tri Wahyu Prasetyo, Jumat, 22 Maret 2024 | 12:00 WIB
Lukisan pemandangan Istanbul pada masa Kekaisaran Ottoman pada tahun 1842, oleh Jacob Jacobs. (Via Daily Sabah)

Nationalgeographic.co.id—Di seluruh dunia, Ramadan dirayakan dengan cara yang berbeda-beda, dan setiap daerah memiliki tradisi dan kebiasaannya sendiri. Begitu juga pada masa kejayaan Kekaisaran Ottoman, Ramadan menjadi momen memperkuat ikatan sosial.

Selama bulan Ramadan, aktivitas sosial di ibu kota dan kota-kota besar Ottoman lainnya menjadi semakin sibuk. Berbagai kegiatan, mulai dari aktivitas keagamaan seperti ibadah puasa dan tarawih hingga pagelaran hiburan seperti pertunjukan seni mengisi setiap sudut-sudutnya. 

Orang-orang berkumpul untuk berbuka puasa bersama, menghadiri ceramah agama, dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan amal. Semangat Ramadan yang penuh berkah menciptakan suasana yang khas dan mempesona di Kekaisaran Ottoman.

Merayakan Ramadan di Kekaisaran Ottoman

“Bakar sendok-sendok kayu boksus dan lemparkan abunya ke taman mawar,” perintah seorang pemilik rumah yang kaya raya untuk mengadakan jamuan berbuka puasa selama bulan Ramadhan di Kekaisaran Ottoman.

Para tamu kemudian akan menemukan tempatnya di meja makan bersama orang-orang dari latar belakang beragam. 

Di sini semuanya sama. Tidak masalah bagi seorang pasa (bangsawan) duduk di sebelah orang miskin maupun orang yang asing.

Para pria duduk terpisah dengan para wanita kecuali jika mereka adalah kerabat dekat. Sedangkan anak-anak boleh duduk di mana saja.

Gadis-gadis muda, jika ada, akan membawakan kopi untuk orang tua mereka yang sedang merokok, jika mereka mau, dan mengobrol satu sama lain.

Dengan demikian, para tamu memberikan kesempatan kepada pemilik rumah untuk melakukan perbuatan baik di bulan penuh berkah.

Kebiasaan makan para Sultan di Kekaisaran Ottoman. (Deraly Restaurant)

Menurut Niki Gamm, seorang penulis dan jurnalis Istanbul, setelah makan malam berbuka puasa, orang-orang kaya akan memberikan dua jenis hadiah perpisahan kepada para tamu yang disebut “dis kirasi”.

“Untuk orang-orang kaya dan penting, akan ada nampan perak dengan tasbih kuning, tempat rokok emas, dan cincin dengan saputangan beludru,” kata Niki. “Orang miskin akan diberikan akce (koin) perak dan kepingan emas.”

Bagi anak-anak, Ramadan adalah waktu yang penuh dengan hiburan dan hadiah. Berbagai tontonan seperti pertunjukan wayang, tari, musik, dan dongeng, adalah suatu hal yang mereka nantikan. Anak-anak, bagaimanapun juga, tidak tidur sampai waktu salat subuh.

Kadang-kadang orang dewasa meminta kepada anak-anak untuk berpuasa “setengah hari”. Hal ini mungkin dimaksudkan untuk melatih berpuasa. Bagi mereka yang mampu melaksanakan untuk pertama kalinya, akan diberi hadiah.

Di musim panas, kebanyakan orang akan menghabiskan malam di sepanjang Tanduk Emas atau selat Bosphorus. 

“Mereka yang memiliki yali [rumah besar di sisi laut] akan saling mengundang satu sama lain dan melakukan perjalanan antar rumah dengan perahu,” kata Niki.

Orang-orang dari lingkungan sekitar juga pergi ke kedai kopi. Ini mungkin juga termasuk mereka yang bertanggung jawab untuk mengawasi lingkungan terhadap pemabuk dan pencuri.

Kedai kopi jenis ini akan buka selama 24 jam dari hari pertama Ramadan hingga hari terakhir sebelum liburan Ramadan.

Setiap kedai kopi memiliki sebuah panggung yang biasanya digunakan untuk kontes para pengunjung. Bagi siapapun yang berhasil memenangkan kontes, mereka akan diundang ke kedai kopi lainya dan mendapatkan gratisan.

Ilustrasi kedai kopi Kekaisaran Ottoman, oleh Amadeo Preziosi, 1854 (Public Domain)

Cara lain untuk memenangkan hadiah adalah dengan menemukan jawaban dari teka-teki yang tertulis di pintu masuk kedai kopi.

Menurut Niki, pertunjukan wayang, atau Karagoz, juga merupakan cara yang populer untuk menghabiskan waktu di malam hari. 

Karagoz dan Hacivat adalah dua karakter utama dalam drama ini. Mereka memiliki peran yang sangat signifikan. Dengan kehadiran mereka yang selalu mencuri perhatian penonton. Sedangkan karakter yang lainya tidak terlalu penting.

“Tidak ada yang tahu persis kapan pertunjukan wayang kulit dimulai di Anatolia, meskipun almarhum cendekiawan Metin And berteori bahwa pertunjukan ini berasal dari Mesir setelah penaklukan Ottoman di sana pada tahun 1517,” kata Niki.

Hacivat (kiri) dan Karagöz (kanan). (Kıvanc/Wikimedia Commons)

Selama Ramadan, seniman dan penulis sering menciptakan karya-karya seni yang terinspirasi oleh nilai-nilai agama dan spiritualitas. Kesenian seperti seni kaligrafi, lukisan, dan musik religius berkembang pesat selama bulan suci ini.

“Dambir da dan dan, dambir da dan dan, dambir da dan dan, dambir da dan!” Suara penabuh gendang dengan instrumen musik lainya terdengar dari kejauhan. Ini adalah cara untuk membangunkan orang-orang agar segera melaksanakan sahur. Mereka sering diikuti oleh anak-anak muda di lingkungan sekitar yang tidak tidur.

Tentu saja para penabuh genderang mengharapkan tip untuk layanan mereka dan banyak warga yang memberikannya. Mereka sangatlah berguna di zaman ketika tidak ada jam di setiap rumah, apalagi listrik.

Nabi Muhammad menganjurkan agar semua muslim makan sesuatu, meskipun, selain kurma, beliau tampaknya tidak menyarankan makanan tertentu. Begitu pula dengan kebanyakan masyarakat Ottoman, mereka biasanya akan sahur dengan makanan buka puasa yang dihangatkan.