Selidik Strategi Hadrianus Kekaisaran Romawi Menyingkirkan Kaum Yahudi

By Tri Wahyu Prasetyo, Minggu, 31 Maret 2024 | 08:00 WIB
Patung marmer Hadrianus Kaisar Romawi. (Louvre Museum)

Seorang Rabbi Yahudi termasyur, Akiba, konon menyaksikan Shim'on memenuhi nubuat Alkitab, beberapa orang menganggapnya sebagai 'Raja Mesias', dan menganugerahkan kepadanya nama 'Bar Kokhba', yang berarti 'Anak Bintang'.

Penyebab utama dan paling mendesak dari pemberontakan ini sering kali berkaitan dengan bagaimana bangsa Romawi memperlakukan Yerusalem dan sisa-sisa Bait Suci Kedua.

Setelah kehancuran Yerusalem dan Bait Suci selama Perang Romawi-Yahudi Pertama (66-73 M), Romawi memulai pembangunan kota pagan baru, Aelia Capitolina, di atas reruntuhan. Selain itu, mereka mulai membangun kuil baru di Bukit Bait Suci.

“Menurut beberapa catatan, orang-orang Yahudi telah dijanjikan sebuah kuil baru dan merasa tertipu saat mengetahui bahwa kuil tersebut akan didedikasikan untuk Jupiter, bukan Yahweh,” kata Christina.

Situasi semakin memanas pada tahun 131 Masehi ketika Tineius Rufus melakukan ritual peletakan batu pertama dengan membajak batas-batas kota. Tindakan ini dianggap oleh banyak orang Yahudi sebagai pelanggaran agama yang berat dan tidak dapat dimaafkan.

Pada tahun 132 M, ketegangan meningkat menjadi konflik besar-besaran di seluruh Bukit Yudea dan Shephelah, yang menandai dimulainya 'Perang Yahudi Kedua' (132-136 M).

Selama periode ini, gerilyawan Yahudi bermodal kegigihan, menantang kehebatan militer Romawi yang tak terkalahkan pada zamannya. Meskipun demikian, mereka mampu mempertahankan perlawanan hingga selama lebih dari tiga tahun. Berbagai taktik gerilya dilakukan, termasuk penyerangan melalui terowongan bawah tanah.

Hebatnya lagi, para pemberontak berhasil mendirikan sebuah negara sementara, dengan Shim’on sebagai presidennya. Bahkan, mereka juga menerbitkan uang mata mereka sendiri dengan memanfaatkan koin Romawi yang telah dimodifikasi dengan simbol-simbol Yahudi.

“Dokumen-dokumen yang ditemukan di gua-gua Gurun Judaea selama tahun 1950-an dan 1960-an, termasuk surat-surat dari Shim'on kepada para pemimpin militernya, menjelaskan gaya kepemimpinannya yang langsung dan kekesalannya terhadap kurangnya ketekunan mereka,” kata Christina.

Pasca pemberontakan, Hadrianus mengambil langkah drastis dengan mengganti nama Yudea menjadi Suriah Palaestina. Hal ini adalah upayanya untuk mengurangi hubungan Yahudi dengan wilayah tersebut.

Langkah ini telah menjadi titik perdebatan dalam memahami warisan Hadrian, karena banyak orang melihatnya sebagai upaya untuk menghapus identitas Yahudi dari catatan sejarah daerah tersebut.

Dampak pada Kehidupan dan Peninggalan Yahudi