Nationalgeographic.co.id—Tidak semua kebudayaan kuno melihat gerhana dengan cara yang sama. Beberapa masyarakat mempunyai pandangan berbeda terhadap peristiwa astronomi di masa lalu.
Salah satunya gerhana matahari dipandang sebagai ramalan apokaliptik, pertanda ketidaksenangan para dewa, peristiwa langit yang terjadi secara berkala, atau campuran dari ketiganya.
Gerhana matahari juga dianggap sebagai tanda menghentikan perang, mengangkat raja sementara, dan mungkin mendirikan kota-kota kuno.
Gerhana matahari mungkin menimbulkan rasa kagum atau bahkan ketakutan pada orang-orang, terutama mereka yang kurang berpengalaman dalam bidang astronomi.
Pada zaman dahulu, orang-orang mungkin menganggap hal ini sebagai tanda bahwa dunia akan berakhir jika mereka cenderung memikirkan kiamat seperti itu. Lalu, bagaimana pandangan dari berbagai budaya kuno terhadap gerhana matahari?
Tiongkok Kuno
Catatan sejarah Tiongkok kuno telah mencatat lebih dari 900 gerhana matahari sepanjang sejarah. Deskripsi awal peradaban kuno ini terdapat dalam Shu Ching atau Buku Dokumen Sejarah, sebuah kompilasi terkenal yang berumur lebih dari dua milenium
Dalam satu kasus, teks tersebut menggambarkan matahari dan bulan tidak bertemu secara 'harmonis', serta gambaran umum kekacauan di antara orang-orang selama peristiwa tersebut.
Di bagian lain, teks tersebut menggambarkan gerhana lainnya sebagai 'sangat buruk'. Shu Ching juga menyebutkan sebuah kasus lebih dari empat milenium sebelumnya ketika seorang raja Dinasti Xia memerintahkan kematian para astronom yang tidak pernah meramalkan terjadinya gerhana matahari.
Astronomi mengalami kemajuan. Pada awal abad ke-7 M, para astronom dapat memprediksi terjadinya gerhana matahari dengan lebih akurat.
Di seluruh dunia, mitos dan legenda berkembang seputar fenomena gerhana. Di Tiongkok kuno, gerhana matahari menandakan bahwa matahari sedang dimakan oleh seekor naga.
Orang-orang akan menabuh genderang dan membuat suara keras untuk menakut-nakuti binatang itu dan mengembalikan sinar matahari.