Nationalgeographic.co.id—Leizu, dikenal juga sebagai Hsi Ling Shih, adalah tokoh legendaris dalam sejarah Tiongkok kuno. Oleh masyarakat Tiongkok, ia dikenang akan jasanya atas penemuan sutra dan penemuan alat tenun sutra. Bagaimana kain berharga itu awalnya diproduksi?
Penemuan sutra dalam sejarah Tiongkok kuno
Sutra terbuat dari serat yang dihasilkan oleh ulat sutra (larva ngengat sutra) saat membentuk kepompong untuk bermetamorfosis menjadi dewasa. Setelah disimpan di tempat yang hangat dan kering selama 8 atau 9 hari, kepompong siap untuk dibuka.
Pupanya perlu dibunuh terlebih dahulu, sehingga kepompongnya dikukus atau dibakar terlebih dahulu. Kemudian, kepompong tersebut dicelupkan ke dalam air panas untuk melonggarkan filamen yang terjalin erat. Kemudian filamen dilepas ke dalam gulungan. Sekitar 5 dan 8 filamen ini dipilin menjadi satu benang. Benang sutra akhirnya bisa digunakan untuk membuat kain.
Kita tidak mungkin mengetahui secara pasti bagaimana produksi sutra pertama kali ditemukan. Menurut legenda Tiongkok kuno, penemuan ini, seperti banyak penemuan lainnya, adalah sebuah kecelakaan dan tidak disengaja. Tokoh sentral dari kisah ini adalah Leizu, istri Kaisar Kuning. Kaisar Kuning sendiri merupakan penguasa legendaris Tiongkok kuno yang hidup pada milenium ke-3 SM.
Dalam salah satu kisahnya, Leizu menggunakan jarinya untuk menyentuh bagian kepompong ulat sutra. Tindakannya itu menyebabkan filamennya terlepas. Dia kemudian mulai melilitkan filamen ini di jarinya. Pada akhirnya, dia menemukan bahwa ulat sutralah yang membuat kepompong, maka ditemukanlah sutra.
Dalam kisah lain, Leizu dikatakan menemukan beberapa ulat sutra memakan daun pohon murbei dan memintal kepompong. Dia mengumpulkan beberapa kepompong dan kemudian mulai minum teh. Saat sedang menikmati tehnya, Leizu secara tidak sengaja menjatuhkan kepompong ke dalam cangkir. Panas dari teh menyebabkan filamen kepompong mengendur. Leizu kemudian melepas filamen dan mengubahnya menjadi benang.
Kebetulan, penemuan teh, yang dikaitkan dengan Shennong, pendahulu Kaisar Kuning, terjadi dengan cara serupa. Konon daun teh (dari ranting teh yang dibakarnya) dijatuhkan ke dalam kuali berisi air mendidih.
Leizu kemudian membujuk Kaisar Kuning untuk memberinya hutan pohon murbei sehingga dia bisa memelihara ulat sutra tersebut. Selain penemuan ini, Leizu juga berjasa atas penemuan gulungan sutra. Temuan itu berupa alat yang menggabungkan filamen sutra menjadi benang. Juga alat tenun sutra, yang digunakan untuk menenun benang sutra menjadi kain.
Apakah Leizu punya peran nyata dalam legenda penemuan sutra Tiongkok atau tidak? Terlepas dari legenda Leizu, kain mewah itu membuat Kekaisaran Tiongkok terkenal dan mendapatkan banyak kekayaan dari penjualan sutra.
Sutra tidak diragukan lagi merupakan salah satu penemuan terpenting dalam sejarah Tiongkok kuno. Komoditas ini memberikan kontribusi besar terhadap kekayaan dan kemakmuran Kekaisaran Tiongkok. Sutra, bersama dengan barang mewah lainnya, diekspor dari Kekaisaran Tiongkok ke negeri-negeri jauh melalui Jalur Sutra. Contoh paling menonjol adalah Kekaisaran Romawi.
Perdagangan sutra mendatangkan banyak pendapatan bagi orang Tiongkok kuno. Karena alasan itu, mereka bertekad untuk menyimpan pengetahuan ini untuk diri mereka sendiri.
Rahasia produksi sutra dalam sejarah Tiongkok kuno
Produksi sutra dijaga sebagai ‘rahasia negara’, dan dimonopoli oleh masyarakat Tiongkok kuno untuk waktu yang sangat lama. “Namun pengetahuan ini akhirnya bocor ke luar wilayah Tiongkok kuno,” tulis Wu Mingren di laman Ancient Origins. Misalnya, serikultur (perternakan sutra) mencapai semenanjung Korea sekitar tahun 200 SM. Saat itu gelombang imigran Tiongkok menetap di sana. N
amun, diperlukan beberapa abad lagi bagi serikultur untuk menyebar ke barat. Di India, misalnya, budi daya ulat sutra dilaporkan telah dilakukan tidak lama setelah tahun 300 Masehi. Kisah terkenal tentang penyelundupan rahasia berharga ini keluar dari Tiongkok dapat ditemukan dalam History of the Wars karya Procopius.
Produksi sutra Kaisar Justinianus dari Bizantium
Menurut kisah ini, Kaisar Justinianus pernah dikunjungi oleh beberapa biksu dari India. Para biksu ini berjanji kepada Justinianus bahwa mereka akan memberinya bahan mentah yang dibutuhkan untuk memproduksi sutra. Hal ini dapat mengakhiri ketergantungan Kekaisaran Bizantium pada Persia untuk memperoleh barang mewah tersebut. Di sisi lain, Persia merupakan musuh Kekaisaran Bizantium saat itu.
Para biksu memenuhi janji mereka dengan kembali ke 'Serinda' (daerah di utara India yang konon merupakan Tiongkok). Mereka membawa telur selundupan ulat sutra yang ditutupi kotoran dan tetap hangat. Para penyelundup itu pun kembali ke Kaisar Justinianus.
Bangsa Bizantium mempelajari rahasia pembuatan sutra sekitar abad ke-6 M, dengan asumsi bahwa cerita Procopius benar.
Di saat yang sama, bangsa Tiongkok telah memproduksi jenis kain ini selama berabad-abad. Menurut bukti arkeologis, sutra diproduksi di Tiongkok kuno setidaknya sejak periode Longshan (3500 – 2000 SM). Ngengat sutra, Bombyx mori, juga didomestikasi dari ngengat sutra liar, Bombyx mandarina, pada sekitar waktu tersebut.
Penyelundupan sutra oleh para biksu itu adalah salah satu contoh spionase industri yang paling awal diketahui. Sejak saat itu, budi daya ulat sutra pun menyebar ke seluruh Asia Kecil dan Yunani.