Godfrey dari Bouillon, Kisah Salah Satu Pemimpin Perang Salib Pertama

By Sysilia Tanhati, Kamis, 28 Maret 2024 | 11:00 WIB
Dalam sejarah Perang Salib, ada beberapa pemimpin perang. Salah satunya adalah Godfrey dari Bouillon. Kelak ia dipilih untuk menjadi penguasa Kerajaan Yerusalem. (Public Domain)

Di Konstantinopel, hubungan antara Kaisar Bizantium, Alexius Comnenus, dan tentara salib tegang sejak awal. Misalnya ada rumor palsu bahwa para pemimpin mereka ditahan atas perintah kaisar menyebabkan tentara salib melancarkan serangan ke Konstantinopel.

Pada akhirnya, Alexius berhasil membujuk para pemimpin Perang Salib untuk memberikan penghormatan kepadanya. Para pemimpin harus berjanji untuk mengakui dia sebagai penguasa mereka ketika mereka merebut kembali wilayah Bizantium dari Turki. Sebagai imbalannya, kaisar berjanji untuk memberikan dukungan dan perbekalan selama perjalanan tentara salib melalui Asia Kecil.

Pada pertengahan tahun 1099, Godfrey dan sisa tentara Perang Salib datang ke Yerusalem. Banyak perbedaan pendapat di antara para pemimpin Perang Salib. Terlepas dari itu, mereka berhasil tetap bersatu selama perjalanan mereka memasuki wilayah musuh. Akhirnya, para pemimpin itu memenangkan beberapa pertempuran melawan Turki dan menaklukkan cukup banyak wilayah.

Kini, dengan tujuan akhir mereka di depan mata, tentara salib mulai mengepung kota suci tersebut. Saat itu Yerusalem berada di bawah kekuasaan Kekhalifahan Fatimiyah. Sekitar sebulan kemudian, Yerusalem jatuh ke tangan tentara salib.

Seorang pemimpin Yerusalem

8 hari setelah jatuhnya Yerusalem, seorang raja dipilih. Prosesnya pemilihan raja baru dijelaskan oleh William dari Tirus sebagai berikut,

“Untuk melanjutkan ke pemilihan yang berkenan bagi Tuhan dan mempertimbangkan kebaikan individu, para pangeran memanggil anggota keluarga dari masing-masing pemimpin besar. Lalu menyuruh mereka mengucapkan sumpah yang khidmat dan menanyakan kepada mereka tentang tingkah laku dan kebiasaan tuannya.

“Sumpah dilakukan agar mereka mengatakan yang sebenarnya tanpa ada campuran kepalsuan. Ketika seisi rumah Godfrey ditanyai, mereka menyebutkan tentang kebiasaan yang paling membuat jengkel para pelayannya. Ketika Godfrey memasuki sebuah gereja, bahkan setelah perayaan liturgi telah selesai, dia tidak bisa ditarik keluar. Kebiasaan itu membuat kesal para pelayan.

“Ia meminta pada para pendeta dan mereka yang tampaknya berpengalaman dalam hal tersebut untuk menjelaskan setiap gambar dan patung. Rekan-rekannya, yang tertarik pada hal lain, menganggap hal ini membosankan, bahkan memuakkan. Makanannya, yang telah disiapkan pada jam tertentu dan tepat, menjadi dingin dan tidak menggugah selera karena penundaan ini.

“Akhirnya, setelah berkonsultasi satu sama lain dan setelah banyak pertimbangan, mereka dengan suara bulat memilih Godfrey.”

Godfrey tetap tinggal di timur selama sisa hidupnya dan meninggal di Yerusalem pada tahun 1100. Namun, penyebab kematiannya tidak jelas karena ada sejumlah catatan sejarah yang saling bertentangan mengenai hal itu. Beberapa penyebab kematian Godfrey dikatakan: tertembak panah, meninggal karena penyakit, dan diracuni (mungkin dengan apel beracun).