Nationalgeographic.co.id—Pernahkah Anda melakukan salat dan puasa di kedalaman 7.000 meter di laut dalam Samudra Hindia? Andina Ramadhani Putri Pane, seorang peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pernah melakukannya.
Dina, sapaan Andina, pernah salat dan puasa di kapal selam Fendouzhe milik Institute of Deep-Sea Science and Engineering – Chinese Academy of Science (IDSSE-CAS). Dia salat dan puasa saat kapal selam itu menembus kedalaman sekitar 7.000 meter di bawah permukaan laut di bulan Ramadan.
Kala itu Dina tergabung dalam "Expedition Java Trench 2024". Dalam ekspedisi ini peneliti BRIN dan IDSSE-CAS bersama-sama melakukan penelitian di Selatan Laut Jawa pada 23 Februari hingga 22 Maret 2024. Penelitian dilakukan menggunakan kapal penelitian Tan-Suo-Yi-Hao yang dilengkapi dengan Kapal Selam Mini Human Operated Vehicle (HOV) Fendouzhe.
Dina merupakan satu-satunya muslimah dalam tim ekspedisi tersebut. Dia melaksanakan salat di kapal selam dan juga melakukan ibadah puasa selama melakukan ekspedisi.
Selain Dina, peneliti BRIN lainnya adalah Yustian Rovi Alfiansah. Yustian adalah peneliti bidang mikroorganisme dan akuakultur juga terlibat dalam ekspedisi ini yang bertindak sebagai ketua tim peneliti Indonesia.
Selain peneliti ID-SSE Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan kru kapal, ekspedisi ini juga diikuti Mayor Kridha dari TNI Angkatan Laut. Ada juga Harisma yang merupakan peneliti dari Universitas Halu Oleo, dan Engki sebagai peneliti Universitas Hang Tuah yang sama-sama mewakili Indonesia.
Kapal selam Fendouzhe melakukan 22 kali penyelaman. Sebanyak 14 kali penyelaman dilakukan hingga melebihi kedalam 6.000 meter dan 6 kali penyelaman bersama ilmuwan Indonesia.
Di sana para ilmuwan meneliti spesimen fauna bentik/bentos (dasar laut), menggunakan alat pengambil sedimen inti dan sedimen dalam, batuan dasar & karbonat. Selain itu juga menggunakan membran untuk menyaring air laut sehingga ditemukan mikrobiologinya.
Kapal selam laut dalam ini dibawa menggunakan kapal penelitian Tan-Suo-Yi-Hao yang bersandar di dermaga Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) Jakarta. Para peneliti Indonesia bisa mendapatkan pengalaman berharga dari eskpedisi ini.
Ekspedisi ini khususnya menyorot mengenai kelimpahan dan keanekaragaman fauna bentik yang tinggi, spesies inovatif di parit, dan ekosistem benda yang tidak biasa. Selain itu, para peneliti juga memantau sedimentasi oksida besi dalam skala besar di dekat sumbu parit, biota batuan baru – dunia foraminifera (grup besar protista amoeboid dengan pseudopodia), dan bidang hidrotermal suhu rendah di cekungan busur depan.
Ekspedisi tidak berhenti pada kali ini saja. IDSSE-CAS juga mengajak peneliti Indonesia untuk mengikuti Global Trench Exploration and Dive Program. Program itu merupakan ekspedisi gabungan kedua di perairan Indonesia, khususnya berfokus pada gempa bumi dan sumber daya kelautan. IDSSE-CAS juga mengajak untuk mendirikan laboratorium bersama.
Diharapkan, ekspedisi yang sudah terlaksana ini dapat meningkatkan kerja sama di bidang rekayasa dan teknologi laut dalam antara Indonesia dengan Tiongkok. Dan juga dengan negara-negara lainnya.