Riset Geoinformatika Bisa Bantu Wujudkan Ketahanan Pangan di Indonesia

By Utomo Priyambodo, Kamis, 4 April 2024 | 12:27 WIB
Dua petani Tanjung Haro Sikabu-kabu Padang Panjang sedang beristirahat, duduk di atas batu. Lewat geoinformatika kita dapat memonitor pertumbuhan tanaman pangan di seluruh Indonesia, termasuk di Tanjung Haro ini. (Muhammad Iqbal/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Saat ini Organisasi Riset Elektronika dan Informatika di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sedang fokus melakukan penelitian terkait geoinformatika. Bidang ilmu ini berusaha mengembangkan perangkat lunak dan layanan web untuk memodelkan dan menganalisis data spasial, untuk melayani kebutuhan geosains dan disiplin ilmu dan teknik terkait.

“Banyak permasalahan saat ini, seperti perubahan lingkungan dan ketahanan pangan yang dapat diatasi dengan geoinformatika,” ungkap Plt. Kepala Pusat Riset (PR) Geoinformatika BRIN Rokhis Khomarudin, dalam Bincang Sains Kawasan Bandung Garut, secara daring, bulan lalu.

Rokhis menjelaskan, geoinformatika merupakan sebuah disiplin yang menggabungkan ilmu dan teknologi komputer, sistem informasi, dan ilmu geografi. Ilmu ini telah menjadi kunci dalam menjawab permasalahan kompleks di bidang kebumian dengan data yang besar.

Data besar yang dimaksud adalah data kebumian, seperti yang dihasilkan dari pengindraan jauh menggunakan satelit.

“Pada ketahanan pangan, kita dapat memonitor pertumbuhan tanaman pangan di seluruh Indonesia. Ini memungkinkan kita untuk dapat mengidentifikasi gangguan yang mungkin terjadi dalam memantau produksi serta kondisi tanaman tersebut,” jelas Rokhis.

Informasi diperoleh dengan cara mengambil gambar permukaan bumi dari satelit, yang kemudian menjadi sumber utama dalam bidang geoinformatika.

“Selain itu, terdapat data seperti pengukuran GPS, data yang dihasilkan dari penggunaan drone, dan data spasial lainnya yang penting dari sumber daya kebumian dalam konteks geoinformatika,” tuturnya.

Dalam bidang geoinformatika, lanjut dia, informasi geografis tidak hanya berasal dari satelit pengindraan jauh saja. Namun, dimungkinkan untuk menggabungkan dengan data sosial ekonomi yang tersedia untuk diintegrasikan dalam informasi spasial dan peta.

Pemetaan data kebumian dengan penambahan data sosial ekonomi, tambah Rokhis, memungkinkan dalam pengambilan keputusan yang lebih baik.

“Hal ini memungkinkan kita untuk tidak hanya memantau pertumbuhan tanaman, tetapi juga aspek lainnya seperti daya beli masyarakat, distribusi, dan lain sebagainya. Informasi dapat disajikan dalam satu peta atau rangkaian informasi yang komprehensif, sehingga dapat memberikan jawaban pada permasalahan,” jelasnya.

Saat ini PR Geoinformatika BRIN yang dipimpin Rokhis sedang fokus membangun ilmu komputer untuk menjawab tantangan permasalahan data yang semakin besar dan kompleks. Proses akusisi, penyimpanan, pengolahan data, pengembangan model atau metode, dan visualisasi dalam riset geoinformatika menjadi penting.

Perkembangan teknologi big data, machine learning, dan artificial intelligence telah mengubah lanskap ilmu ini, memungkinkan solusi yang cepat, akurat, dan terjangkau.

“Kita dapat menggunakannya, mengotomatisasikan, dan bisa berjalan cepat, akurat, dengan biaya yang murah,” harapnya.

Empat Kelompok Riset

Lebih rinci dijelaskan Rokhis, ada empat kelompok riset (kelris) di PR Geoinformatika. Pertama, Kelris Geodata, yang bertanggung jawab untuk menyiapkan data dengan standar riset. Tujuannya agar data tersebut siap untuk digunakan. Kedua, Kelris Geokomputasi, membangun komputasi dan metode atau model pengolahan data pengindraan jauh maupun data lapangan.

Ketiga, Kelris Geoinformasi, yang menyajikan data dalam bentuk GIS untuk pengambilan keputusan sementara. Dan keempat, Kelris Geovisulisasi dan Infrastruktur Geoinformatika, yang bertugas menghasilkan visualisasi data, agar dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.