Nationalgeographic.co.id - Siapa yang tidak suka dengan musik? Semua akan terhentak-hentak dengan irama yang dihasilkan pelbagai instrumen. Peradaban di Asia Tenggara sudah ada sejak lama dalam sejarah.
Penyebarannya berhubungan dengan migrasi manusia. Seiring waktu, alat musik Asia Tenggara berkembang pesat berkat pengaruh peradaban lain seperti India, Tiongkok, dan Timur Tengah. Kemunculan musik Asia Tenggara dapat ditelusuri sejak peradaban manusia mengenal berbagai perkakas penghasil bunyi dan penuturan bahasa.
Arsenio Nicolas, pengajar dan peneliti arkeologi musik dari Mahasarakham University, Thailand, menyingkap bahwa dalam sejarah musik di Asia dimulai dari migrasi kelompok bahasa Austro-Asia, Indo-Arya, Dravida, Tai-Kadai, Sino-Tibet, Austronesia, dan Oseania.
"Penggunaan bahasa-bahasa ini dalam musik vokal, dalam nyanyian, epos, lagu cinta, lagu berangian, dan musik ritual; dan pertukaran musik awal di antara Asia melalui jalur perdagangan maritim dan darat," ungkapnya dalam bincang daring Center for Prehistory and Austronesian Studies (CPAS), Kamis, 28 Maret 2024.
Musik di Asia Tenggara Berawal dari Bambu dan Kayu
Secara instrumen, kemunculan musik berawal dari penggunaan bahan-bahan alami yang menghasilkan irama seperti bambu dan kayu. Benda-benda alami ini menghasilkan alat musik, misalnya tabung bambu, kendang bambu, seruling, pipa, kayu perkusi, kerincingan, bilah dan palang gambang.
Pelbagai peradaban di Asia kemudian mengenal perunggu. Hal ini mendorong penemuan instrumen musik perunggu seperti lonceng yang diperkirakan sudah ada sejak milenium kelima SM.
Lebih maju lagi, kesenian musik dengan perunggu semakin berkembang dengan hadirnya gong datar dan gong bertali sekitar atau sebelum abad kesepuluh Masehi. Perkembangan seni bermusik ini lebih awal di peradaban-peradaban awal di Asia seperti India, Tiongkok, dan Mesopotamia.
"Pembangunan kompleks candi dan istana yang memunculkan estetika baru dalam musik serta arsitektur, bahasa, dan sastra, sejak awal milenium pertama Masehi dan seterusnya," jelas Nicolas.
Perkembangan kesenian musik di Asia Tenggara diperkirakan muncul sekitar 900 SM, terang Nicolas. Sebuah pemakaman kuno di Ban Non Wat, Thailand, ditemukan keramik yang memiliki ornamen berupa tarian. Seni tari sendiri merupakan ekspresi dari irama suara yang dimainkan.
Peralatan musik dari bambu dan kayu dikenal sejak lama di Asia Tenggara. Di Filipina, terdapat alat musik seperti tabung injak, perkusi setengah tabung, sitar dua senar, sitar polikordal, bel, gambang, paranada gambang, pipa bambu, pengkis, dan slit drum.
Berbagai alat musik tersebut juga ditemukan di Jawa, Bali, Malaysia, Burma, Thailand, Laos, Vietnam, dan Tiongkok Selatan, bahkan di beberapa pulau Oseania.
"Berbagai jenis alat musik dirancang menggunakan bambu, yang bentuk alaminya menghasilkan tabung stempel, pipa, sitar, dan bel. Ada juga beberapa perangkat yang tidak memutar suara tersusun," Nicolas menjelaskan.
Salah satu penemuan alat musik yang unik dari Asia Tenggara adalah bagaimana menggunakan instrumen berbeda yang menggunakan kekuatan alam. Instrumen-instrumen ini dapat dimainkan bersamaan untuk menghasilkan nada yang yang jelas.
Contoh yang dapat dilihat seperti tabung bambu yang dimainkan bersama-sama untuk diketuk ke tanah atau medium tertentu. Penemuan ini diperkirakan berasal dari kebiasaan bertani masyarakat di Asia Tenggara.
Tidak hanya berukuran besar, kesenian musik tradisional Asia Tenggara berkembang dengan memperkecil bambu yang bisa dimainkan secara individu atau bersama-sama. Misalnya ada balingbing, patatag, patang ug, dan saggeypo. Alat musik seperti ini bisa dipukul atau ditiup.
Alat Musik Perunggu
Jauh sebelum xilofon diperkenalkan Eropa, masyarakat Asia Tenggara mengenal alat musik serupa berbahan bambu. Di timur laut Thailand dikenal dengan ponglang. Kalimantan Timur mengenal jatung utang. Masyarakat Jawa Barat mengenalnya dengan calung.
Bentuk xilofon ini berubah dan menjadi ringkas. Memasuki Zaman Perunggu, xilofon dan alat musik lainnya beralih bahan. Xilofin tidak lagi menggunakan bambu dan kayu, tetapi menjadi perunggu seperti gabbang atau gambang.
Alat musik pukul gendang perunggu pun muncul pada milenium pertama SM. Nicolas menyebutkan penemuan signifikan di Asia Tenggara berada di Dong Son, Vietnam, atau di Yunnan, Cina Selatan. Alat musik ini kemudian menyebar ke seluruh Asia Tenggara melalui Burma, Thailand, Kamboja, Malaysia, hingga akhirnya di Indonesia.
"Penyebaran gendang perunggu di Asia Tenggara terbentang dari Burma hingga Kepulauan Kei, Indonesia Timur, dan Banggi di Kalimantan Utara, sebuah pulau di selatan Palawan, Filipna," urai Nicolas. Selanjutnya, Alat musik didekorasikan berdasarkan kebudayaan di wilayah tertentu.
Jalur Perdagangan
Memasuki periode selanjutnya, sejak abad kesembilan, alat musik di Asia Tenggara berkembang dengan pelbagai pengaruh kebudayaan peradaban luar. Alat musik itu antara lain seperti gong dan simbal yang dipengaruhi dari kebudayaan Tiongkok dan India.
"Ada beberapa kapal dari Cina atau India, tapi semuanya ada di Asia Tenggara. Jadi penyebaran alat musik ini berpusat di Asia Tenggara," tutur Nicolas. Laut yang menjadi jalur perdagangan akhirnya menjadi pusat pertemuan dua peradaban besar yang mengenal kesenian lebih pesat.
Pada periode inilah, kesenian musik di Asia Tenggara begitu pesat. Pelbagai candi seperti Angkor Wat di Kamboja dan Candi Borobudur di Indonesia mengabadikan kehadiran keragaman alat musik untuk pagelaran tertentu.
Perkembangan alat musik terus berlangsung di Asia Tenggara. Seperti yang sebelumnya di jelaskan, Asia Tenggara menjadi pusat pertemuan berbagai peradaban. Banyak peradaban termasuk Timur Tengah dan Kekristenan Eropa pada akhirnya tiba di sini, menularkan pengaruhnya dalam kesenian alat musik.