Nasib Pria Perokok Pasif di Indonesia, Bernapas di Kepungan Asap Rokok

By Utomo Priyambodo, Minggu, 14 April 2024 | 08:42 WIB
Sebanyak 71,4 persen dari total populasi laki-laki di atas 15 tahun di Indonesia adalah perokok aktif. Itu artinya 7 dari 10 laki-laki di Indonesia aktif merokok. (Tumisu/Pixabay via Needpix.com)

Ada beberapa upaya untuk membatasi kebiasaan merokok dalam beberapa tahun terakhir, seperti peningkatan dana pemerintah untuk penelitian medis mengenai dampak merokok terhadap kesehatan. Namun, pemerintah Indonesia selalu mendukung industri rokok kretek dan lambat dalam menerapkan sistem pengendalian tembakau dan perlindungan konsumen yang berfungsi karena industri tembakau merupakan salah satu kontributor perekonomian terbesar di Indonesia.

Bahkan produsen rokok juga merupakan sponsor terbesar dalam kegiatan-kegiatan anak muda, mulai dari olahraga hingga seni. Ironisnya, kegiatan pembinaan bakat olahraga di Indonesia pun banyak didanai oleh perusahaan rokok atau yayasan yang terafiliasi dengan produsen tersebut.

Biaya rokok dan tarif pajak di Indonesia dikenal rendah dibandingkan negara lain. Pada awal Januari 2022, Indonesia akhirnya menaikkan tarif cukai tembakau untuk semua jenis rokok rata-rata sebesar 12 persen.

Namun, langkah ini diambil untuk menghasilkan pendapatan tambahan guna membantu negara tetap bertahan di tengah krisis COVID-19 dan belum efektif dalam mengurangi konsumsi tembakau di Indonesia. Meskipun penerimaan pajak dan kenaikan harga merupakan langkah penting untuk meringankan tekanan yang dihadapi negara ini, pemerintah Indonesia juga perlu fokus pada pengurangan prevalensi merokok.

Fakta bahwa rokok murah merupakan kontributor utama epidemi tembakau di Indonesia juga harus ditekankan. Sebungkus rokok di Indonesia berharga sekitar 18 ribu rupiah untuk rokok kretek dan 24 ribu rupiah untuk rokok putih.

Jalan masih panjang sebelum konsumsi tembakau di Indonesia dapat dikurangi secara drastis. Menetapkan harga rokok minimal ke tingkat yang tinggi serta memberlakukan tarif pajak tertinggi yang sah tampaknya menjadi rekomendasi yang lebih disukai oleh organisasi kesehatan di Indonesia.