Khosrau II awalnya sempat mengadakan hubungan persahabatan dengan Kekaisaran Bizantium. Akan tetapi, pada 602 M, Perang Bizantium-Sasan kembali pecah karena hubungan yang meruncing akibat pergesekan di Armenia. Gesekan ini sudah berlangsung sejak lama.
Perang ini membuat Khosrau II juga bergerak untuk menguasai Palaestina Prima, provinsi Kekaisaran Bizantium di Palestina. Palestina sangat penting baginya. Provinsi ini menawarkan akses langsung ke Laut Mediterania, dan juga jalur perdagangan ke Laut Merah.
Khosrau II juga merekrut pasukannya dari kalangan Kristen dalam Perang Bizantium-Sasan. Perekrutan ini bermotif politik, sebagai upaya menyerap wilayah Bizantium ke dalam wilayah Kekaisaran Persia. Orang-orang Kristen pun menduduki posisi penting ketika peralihan kekuasaan di Timur Tengah.
Kekaisaran Persia Mengepung Yerusalem
Sebelum mengarahkan pasukannya ke Yerusalem, Khosrau II membuat perjanjian dengan pemimpin Yahudi Babilonia untuk penguasaan kota suci tersebut. Komunitas Yahudi menyediakan 20.000 tentara untuk Persia dipimpin Nehemia ben Hushiel, putra dari pemimpin Yahudi di Mesopotamia. Kampanye militer ini tentu mendapat dukungan oleh orang Yahudi lokal di Palestina.
Kekaisaran Persia mengepung Yerusalem pada 5 Mei 614 M. Setelah 21 hari, kota ini jatuh ke tangan bangsa Iran dengan menerobos tembok kota dari Gerbang Damaskus modern.
Militer Kekaisaran Persia, yang sebagian merupakan tentara Yahudi, segera menguasai kota. Tidak terelakkan, pembantaian penduduk sipil terjadi sebagai bagian dari standar perang Abad Pertengahan. Kebanyakan adalah orang-orang Kristen, karena kota tersebut dilarang dimasuki oleh orang Yahudi.
Chronicon Paschale, catatan era Kaisar Heraklius menggambarkan situasi tersebut: "Kami mengalami musibah yang patut disesalkan tanpa henti. Sebab, bersama dengan banyak kota di timur, Yerusalem juga direbut oleh Persia, dan di dalamnya ribuan rahib, biarawan, dan biarawati perawan dibunuh."
Serangan ini mendorong komunitas Yahudi memberontak terhadap kekuasaan Kaisar Heraklius. Perang ini membuat kawasan Palestina dan Mesopotamia milik Kekaisaran Romawi Timur jatuh di tangan Kekaisaran Persia.
Selama beberapa tahun berikutnya, meski kelak Persia akan mengalami kekalahan, Yerusalem menjadi kota yang bisa dinikmati oleh pemeluk Yahudi dan Kristen. Gubernur di Yerusalem bahkan digantikan oleh seorang Kristen oleh otoritas Kekaisaran Persia. Banyak dari gereja dan simbol keagamaan Kristen dipulihkan.
Kesenangan Sementara
Sayangnya, kekuasaan Kekaisaran Persia di Yerusalem tidak berlangsung lama. Pada 628, Kekaisaran Persia mulai mengalami kekalahan, karena Heraklius berjuang keras merebut kembali kuasanya atas Mesir, Palestina, dan Suriah. Kekalahan ini juga dipicu dengan ketidakstabilan politik di kalangan Kekaisaran Persia.
"Di tangan orang-orang Kristen yang kembali, komunitas Yahudi harus membayar mahal atas kerja sama mereka dengan Persia," terang Meir Loewenberg, sejarawan Bar-Ilan University dalam When Iran Ruled Jerusalem.
"Secara teori, dari sudut pandang Kristen, nyawa orang-orang Yahudi hilang hanya karena berada di kota tersebut ketika Heraklius tiba, sehingga secara otomatis mengaktifkan kembali hukum Bizantium yang melarang mereka memasuki Yerusalem karena ancaman kematian," urainya.