Dari sini, Rega membayangkan dampak dari kelalaian manusia menjaga alam, dan tetap mencemari alam. Dia membayangkan bahwa hewan-hewan yang ada di lingkungan terdekat manusia, seperti anjing, kucing, tikus, bahkan semut dan cecak, akan mengalami perubahan mutasi.
Selain lingkungan sekitar, referensi yang mengilhami Rega berasal dari kebiasaannya membaca komik. Dia sempat menemui beberapa pegiat sains dan berdiskusi saat dalam program residensi yang diadakan Lokus Foundation, lembaga kolaborasi lintas disiplin berbasis di Bandung.
"Mungkin pemicu, kayak kasih bensin atas keresahan kita itu, kebanyakan dari kita itu [menggunakan sudut pandang] antroposentris. Sangat memikirkan yang ada di dunia dipakai untuk manusia," kata Rega.
"Dari dialog dengan teman-teman biologi, merasa kalau keseimbangan dalam ekosistem itu sangat penting. Pemahaman itu yang enggak ditanam banyak di society. Kebanyakan dipandang apa yang ada di alam itu cuma buat manusia aja," lanjutnya.
Rega menjelaskan, memang ada banyak isu yang diangkat oleh seniman lewat karyanya, salah satunya ekologi. Setiap seniman memiliki perhatian khusus atas isu yang mereka angkat.
Menurut Rega, yang terpenting adalah bagaimana karya bisa membuat audiensnya merenung. "Jadi, kayak habis menonton film, itu kan yang bagus bikin kita kayak 'Iya juga ya'. Kita jadi mempertanyakan banyak hal yang bagus," terang Rega.
"Di level lebih dalam, kita (audiens) enggak cuma bikin tentang refleksi, tapi juga ajang baru untuk mendapatkan pemahaman," lanjut Rega.