Nationalgeographic.co.id—Permasalahan lingkungan dan yang terjadi dewasa ini bukanlah disebabkan kerusakan yang sedang terjadi. Lingkungan yang kotor, anomali bencana alam, dan segala dampak perubahan iklim disebabkan kerusakan yang sudah ada sejak dahulu. Sementara, kerusakan hari ini, bisa berdampak pada masa depan.
Belakangan, kesadaran untuk menghentikan kerusakan alam justru berasal dari kalangan anak muda. Giat yang mereka lakukan disebabkan kecemasan akan masa depan lingkungan dan kondisi sekitar.
Untuk menggiatkan aksi peduli lingkungan, bukanlah hal yang sulit. Swietenia Puspa Lestari dari Divers Clean Action dan Mochammad Zidane Nur Adha dari Green Generation Indonesia bisa menjadi contoh. Mereka bergerak karena keresahan lingkungan sekitar dan menjalin hubungan yang luas supaya kegiatannya tetap berkelanjutan.
Keduanya membagikan kisah inspiratifnya dalam Bincang Aksi Jaga Bumi di Museum Seni Rupa dan Keramik, Jakarta pada Selasa, 30 April 2024. Kegiatan ini merupakan event awal dari ajang sains lingkungan Toyota Eco Youth ke-13.
Keresahan dari Lingkungan Terdekat
Fokus Swietenia Puspa Lestari, yang kemudian disapa Tenia, terhadap isu lingkungan laut berawal dari masa kecilnya yang mengunjungi Kepulauan Seribu. Kecintaannya pada laut, membuat Tenia juga suka menyelam, menjumpai keindahan alam di bawah laut.
Seiring perubahan waktu, Tenia melihat bahwa kawasan pesisir yang pernah ia jumpai sering kotor karena sampah. Kondisi lingkungan ini membuatnya Risau dan mulai berpikir tentang pengolahan sampah. Dia mempelajari sistem pengolahan sampah ini ketika berkuliah di Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Merasa tidak cukup hanya dengan belajar, ia mengajak beberapa kawannya untuk mendirikan komunitas Divers Clean Action (DCA) pada 2015. Kegiatan awal mereka adalah kegiatan bersih-bersih pantai.
Sementara, Mochammad Zidane Nur Adha memulai inisiatifnya mendirikan Green Generation Indonesia sejak mengenyam bangku SMP bersama teman-temannya. Organisasi awal ini punya tujuan sederhana, ingin "mewujudkan generasi peduli berbudaya lingkungan," terangnya.
Jika Tenia berasal dari keresahan lingkungan, Zidane dan rekan-rekannya bergerak karena kebiasaan positif di kota asalnya, Balikpapan. "Kalau di Balikpapan, kita lagi di motor, lalu ada orang yang buang sampah [dari motor], orang lain pasti mikir 'Wah, itu pasti bukan orang Balikpapan'. Sebuah kultur yang sudah kebangun di Balikpapan adalah hal itu," ungkap Zidane.
Baca Juga: Apa Saja Hasil Daur Ulang Sampah Alat Peraga Kampanye Pemilu 2024?
Selain itu, sekolah tempat Zidane dan rekan-rekannya di SMP Negeri 3 Balikpapan menyandang status adiwiyata. Status ini menandakan bahwa sekolah tersebut memiliki kepedulian atas keberlangsungan lingkungan hidup.
Komitmen Terhadap Lingkungan Sebagai Modal
Sekarang, DCA telah menjadi yayasan sejak 2017, dan Green Generation Indonesia telah tersebar di penjuru Indonesia. Meski tampak besar kegiatan mereka, rupanya lembaga yang didirikan berawal dengan modal nyaris tanpa mengeluarkan uang.
"Akhirnya, kami melakukan banyak hal-hal sederhana. Enggak butuh duit, Rp 0, kita bisa lakuikan teman-teman, kami dan Green Generation," kata Zidane.
Zidane dan rekan-rekannya di Green Generation Indonesia memulai kegiatan kolektif di Balikpapan, seperti Ozon Campaign, Bring Your Tumbler, dan Save Our Monkey. Sejak itulah, mereka mulai berkenalan dengan anak-anak muda lain di Balikpapan, sampai akhirnya menjalin hubungan ke banyak pihak dan masyarakat di daerah lainnya.
"But we did it! Dari komitmen itu sih sebenarnya. Awalnya saya coba-coba tetapi ternyata kecanduan. Untungnya kecanduan [hal] positif, ya," terangnya.
Tenia di DCA pun punya pengalaman serupa. "Karena memang, modalnya niat nekat. Jadi, waktu itu nyari mentor, nyari temen, nyari dosen, nanya-nanya (belajar dari banyak orang). Dari situ akhirnya bikin yang namanya DCA," tuturnya.
"Jadi kita membuat corrective action, terus mulai dari kita punya program citizen science sampai ke pelatihan, ngasih pengembangan ke masyarakat, ngasih dana hibah, ngasih pendampingan ke Pokdarwis--Kelompok Sadar Wisata, dan juga tentunya bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan," lanjut Tenia.
Tenia menyadari bahwa menggiatkan upaya perubahan besar dalam pelestarian lingkungan butuh modal yang besar. DCA yang berawal dari komunitas menjadi yayasan, berkembang berkat menjalin relasi dengan rekan-rekan lainnya.
"Sebenarnya yang mau aku sampaikan adalah, masalah lingkungan itu memang kompleks, tetapi opportunity-nya ada," jelas Tenia.
Berkat upaya mencari jaringan ke berbagai pihak, DCA pernah mendapat kesempatan untuk menceritakan isu lingkungan laut di depan para pemimpin Asia Pasifik dan Mantan Presiden AS Barrack Obama. Dengan demikian, luasnya jaringan kerja sama yang dapat mempertahankan DCA tetap berupaya melindungi laut tetap berjalan.
Ada banyak rintangan yang dihadapi untuk mempertahankan upaya mulia melindungi alam. Zidane dan Green Generation Indonesia pernah dicibir "sok suci" atau "sok pelestari lingkungan" oleh rekan-rekan di sekolahnya. Namun, guru pembimbingnya memberikan petuah semangat yang ditanam dalam benaknya:
"Selama hal tersebut baik, lanjutkan saja. Tak perlu dengar kata orang lain! Tuhan pastikan satu kakimu di surga, jika kamu peduli lingkungan," kata guru bernama Yudith Herawati yang dikutip Zidane.
Teringat pernyataan itu, Zidane berkesan: "Itu, sih, menjadi motor saya. Menjadi semangat saya dan teman-teman di Green Generation."
Tenia menerangkan, untuk menggiatkan upaya pelestarian lingkungan harus mulai dari hal terdekat dari diri sendiri. Kemudian dilanjutkan dengan motivasi menerapkan aksi nyata, seperti menanam mangrove atau merawat sampah. Terakhir, terang Tenia, agar selalu memupuk rasa keingintahuan.
"Jadi, teman-teman lihat kanan-kiri di rumah. Siapa tahu, tahun-tahun berikutnya, teman-teman bisa menjadi inovator selanjutnya," paparnya.