Nationalgeographic.co.id—Warna-warni bendera partai berkibar tanpa teratur di sepanjang jalanan utama Jakarta. Pelbagai spanduk partai dan para caleg merusak visual. Tidak jarang, Alat Peraga Kampanye (APK) ditaruh sembarangan, mulai dari di pembatas jalan sampai-sampai kerap rubuh dan rawan tertabrak kendaraan lalu-lalang sampai dipaku di pohon.
Selain tidak sedap di mata bagi banyak orang, saya sendiri pusing melihat warna-warni dan berbagai foto caleg atau paslon capres-cawapres. Bahkan, selama masa kampanye, saya merasa tidak nyaman untuk keluar dari rumah kecuali untuk liputan dan ke kantor.
Padahal, UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilu dalam Pasal 70 dan 71 melarang penempelan APK di berbagai fasilitas publik, termasuk jalan protokol dan pepohonan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga memberikan sanksi bagi APK yang tidak tertib dalam Pasal 76 ayat 2 PKPU Nomor 15 tahun 2023. Tindakan sanksi harusnya dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Kenyataannya sampah visual ini tetap ada di mana-mana, seolah penegakkan hukumnya tiada.
"Kalau seluruh Indonesia ada sekitar 350 ribuan caleg, terus ditambah dengan banner-banner capres. Kalau setiap kandidat itu pada bikin 1.000 banner, berartikan 350 juta. Itu kalau seribu. Dihitung perkilonya mungkin sekitar 350 ribu ton," kata M.G. Pringgotono, founder Stuffo.
Pria yang disapa sebagai Emji ini belum dapat memastikan jumlah kisaran yang tepat dari spanduk yang diproduksi selama Pemilu 2024. "Itu dari Pemilu doang. Sempat ngobrol-ngobrol, ternyata enggak 1.000 banner, tetapi satu caleg bisa 11.000 banner—tergantung caleg yang mana dulu. Kalau ada duitnya, bisa banyak," lanjutnya terkekeh.
Semakin dekat dengan masa pencoblosan Pemilu 2024, berbagai pihak telah mengingatkan agar pihak partai, caleg, dan tim sukses menertibkan APK. Spanduk-spanduk mulai dicopot sejak awal masa tenang Pemilu pada 11 Februari 2024.
Namun, yang luput adalah ke mana sampah-sampahnya? Permasalahan sampah, terutama di Jakarta, adalah hal yang sangat penting. Emji mengatakan bahwa tidak sedikit sampah APK yang hendak masuk ke tempat pembuangan sampah tanpa didaur ulang atau dibakar.
Spanduk APK kebanyakan terbuat dari polivinil klorida (PVC), bahan polimer termoplastik paling banyak dipakai diseluruh dunia setelah polietilna dan polipropilena.
Melansir Kompas.com, pembakaran sampah PVC akan menyebarkan senyawa kimia dioksin yang berdampak buruk bagi tubuh. WHO juga menjelaskan, dioksin memiliki racun yang memengaruhi organ dan sistem tubuh. Zat kimia ini juga ditemukan dari letusan gunung berapi dan kebakaran hutan.
Asap pembakaran sampah juga adalah salah satu sumber kombinasi polusi di Jakarta. Berdasarkan pantauan kolaborasi Waste4Change dalam "Menelusuri Aktivitas Pembakaran Sampah Terbuka di Wilayah Jabodetabek" pada Februari 2023, setiap tahunnya sampah yang dibakar mencapai 240,25 gigaton.
Mendaur ulang sampah APK
Tak ingin menambah beban sampah Jakarta, Emji bersama rekan-rekan di Stuffo dan kelompok Gudskul Rekayasa dan Dicoba-coba (GudRnD) menginisiasi Program Pengumpulan dan Pendaurulangan Limbah Banner APK. Undangan kegiatan kolektif sesama masyarakat ini diadakan sejak 8 Februari 2024.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR