Di Ibu Kota Pendudukan Belanda, Nona Setiati Memimpin Perayaan Buruh 1 Mei 1947

By National Geographic Indonesia, Rabu, 1 Mei 2024 | 22:02 WIB
Suasana 1 Mei 1947. Kemeriahan perayaan hari kemenangan buruh sedunia pertama yang dilaksanakan secara terbuka di Jakarta yang saat itu Ibu Kota Pendudukan Belanda. Trem-trem dalam kota dihiasi dengan atribut 1 Mei. (IPPHOS )

Momentum 1 Mei dipakai untuk mencari keadilan, persatuan, dan perlambang kebulatan tekad kaum buruh meraih mayarakat yang berperi-kemanusiaan. Pukul 10.15 acara diakhiri dengan menyanyikan Internationale, karya E. Pottier (1816-1887) yang pada tahun 1920 digubah oleh R.M. Soewardi Soerjaningrat, kelak dikenal sebaga Ki Hadjar Dewantara (1889-1959).

Baca Juga: Hari Buruh: Kisah Pilu Pekerja Anak dalam Ingatan Sejarah Dunia

Nona Setiati mampu menggelar perayaan 1 Mei di atas setelah setahun sebelumnya menjadi Pemimpin Barisan Buruh Wanita (BBW) Jakarta. BBW merupakan salah satu organ di bawah Barisan Buruh Indonesia (BBI) yang dihasilkan dari kongres mereka pada 25-26 Januari 1946 di Kediri.

Ketua BBW pusat ialah S.K. Trimurti (1912-2008), kelak Menteri Perburuhan pertama RI (menjabat 1947-1948).  BBW sendiri menjadi wadah istri kaum buruh dan perempuan yang turut mengorganisasi diri untuk perbaikan nasib dan kemerdekaan Indonesia seutuhnya dari kolonialisme Belanda.

Program kerja BBW antara lain aktif dalam badan-badan perjuangan, dapur-dapur umum, kerjasama dengan gerakan-gerakan massa wanita, dan menginisasi pendidikan kader wanita. Setiati menyatakan bahwa BBW selama tahun 1945-1947 aktif mempelopori gerakan wanita berlanggam nasional yang berhaluan pro Republik Indonesia.

BBW Jakarta tahun 1946 turut merayakan peringatan Proklamasi RI pertama dalam intimidasi Inggris. Lantas BBW Jakarta aktif menyelenggarakan Hari 1 Mei sebagaimana BBW di banyak tempat membantu BBI merayakan Hari Kemenangan Buruh.

Riwayat BBW selesai seiring BBW yang melebur ke dalam SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) tatkala kongres pertamanya digelar di Malang pada 16-18 Mei 1947. Nona Setiati kemudian menjadi Komisaris SOBSI di Jakarta. Sekali lagi, tugas itu tak mudah karena harus berjuang di daerah yang diduduki Belanda.

Setiati sebagai anggota Konstituante RI, 1956-195. Profil Anggota: Nj. Setiati Surasto. (Syahrul Hidayat dan Kevin W. Fogg/Konstituante.net )

Nyonya Pemimpin Delegasi

Kesetiaan Setiati sebagai aktivis buruh wanita Indonesia melalui SOBSI berlanjut. Kiprah Setiati meroket selama dekade 1950-an hingga pertengahan dekade 1960-an. Jika pada tahun 1947 ia masih disebut Nona Setiati, maka pada periode 1950-an ia telah menjadi Nyonya Setiati Surasto.

Kongres Nasional SOBSI ke-IV memilih Setiati Surasto sebagai Wakil Ketua II Dewan Nasional SOBSI. Pada Konferensi Buruh Wanita Sedunia di Budapes, Hongaria pada 14-20 Juni 1956, Nyonya Setiati Surasto menjadi Ketua Delegasi Buruh Wanita Indonesia. Konferensi ini dihadiri 42 delegasi negara dengan total 497 utusan peserta.

Banyak memorandum, resolusi umum, dan seruan-seruan yang dihasilkan. Beberapa pokok buruh wanita yang mengemuka selama konferensi ialah diskriminasi di tempat kerja seperti posisi buruh lepas, kualifikasi pekerjaan, buruh wanita yang lebih dahulu dipecat dibanding buruh lelaki, promosi yang tidak adil, dan upah yang tak sama di antara buruh pria dan wanita.