Dampak Perigee dan Apogee
Supermoon pada 14 November 2016 adalah Bulan Purnama terdekat dengan Bumi sejak 26 Januari 1948. Bulan Purnama yang lebih dekat diperkirakan terjadi pada 25 November 2034.
Waktu terbaik untuk melihat Bulan, tentu saja jika cuaca memungkinkan, adalah saat terbit. Mata kita akan melihat Bulan seperti raksasa yang tergantung rendah, padahal itu adalah ilusi yang ditimbulkan oleh letaknya di dekat horizon.
Selain mengorbit Bumi berlawanan arah jarum jam, Bulan juga berputar pada porosnya dengan kecepatan tetap. Bulan akan bergerak lebih cepat saat berada di perigee dan melambat saat di apogee. Ini artinya, di perigee, kecepatan orbit Bulan lebih cepat daripada kecepatan rotasinya.
Ketika Bulan sedikit bergoyang dari utara ke selatan dan timur ke barat, maka peristiwa tersebut disebut sebagai librasi bulan. Gerakan ini memungkinkan kita untuk melihat hingga 58% permukaan Bulan dari Bumi, namun hanya 50% pada satu waktu.
Hal lain yang terdampak oleh fenomena perigee dan apogee adalah proses pasang surut air laut.
Perbedaan terbesar antara pasang surut tinggi dan rendah terjadi sekitar fase Bulan Purnama dan Baru, yang dikenal sebagai pasang besar atau pasang raja. Selama fase Bulan ini, gaya gravitasi Bulan dan Matahari bergabung menarik air laut ke arah yang sama.
Pasang besar perigee memiliki variasi sekitar 5 cm lebih besar daripada pasang besar biasa, sedangkan pasang besar apogee memiliki variasi sekitar 5 cm lebih kecil daripada biasanya.
Perigee, Apogee, dan Bencana Alam?
Meskipun kesejajaran Matahari dan Bulan menyebabkan sedikit peningkatan aktivitas tektonik, efek Supermoon pada Bumi tergolong minor. Banyak penelitian ilmiah yang dilakukan tidak menemukan hubungan signifikan antara Supermoon dengan bencana alam.
Menurut NASA, kombinasi jarak terdekat Bulan dengan fase Purnama seharusnya tidak memengaruhi keseimbangan energi internal Bumi karena adanya fenomena pasang surut setiap hari akibat gaya gravitasi Bulan.
Sementara untuk apogee atau Micromoon, sama sekali tidak ada anggapan apalagi bukti ilmiah yang menunjukkan bakal terjadinya bencana saat fenomena tersebut terjadi.