Apa yang Membuat Kemajuan Kebudayaan Maritim Masyarakat Austronesia?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 18 Mei 2024 | 10:00 WIB
Gambaran kapal pada relief Borobudur, candi megah di Jawa Tengah. Masyarakat Indonesia, sebagai bagian dari rumpun Austronesia, memiliki kebudayaan maritim yang tinggi. Kepiawaian melaut kebudayaan Austronesia ini meluas dari Polinesia hingga Madagaskar, setelah meninggalkan Taiwan sekitar 1500 SM. (Michael J. Lowe/Wikimedia Commons)

Dengan demikian, pengetahuan pembuatan perahu orang Austronesia bisa jadi bermula pada perairan sungai. Para ilmuwan memperkirakan, kemahiran ini yang membantu mereka dapat membangun pemukiman di Taiwan, sampai akhirnya ke pulau-pulau jauh di Samudra Hindia dan Pasifik.

Perahu Maritim Austronesia yang Canggih

Sejarawan Northern Arizona University Derek Heng dalam makalah "Ships, Shipwrecks, and Archaeological Recoveries as Sources of Southeast Asian History" mengidentifikasi beberapa ciri khas perahu Austronesia kuno.

Perahu paling sederhana mereka, pada kedua sisi ada dua potongan kayu yang berbentuk tapal kuda untuk membentuk haluan dan buritan. Haluan dan buritan ini saling dipasangkan pada tepi ujung untuk diikat atau dikuatkan dengan pasak yang menancap pada lubang. 

Kapal Padewakang adalah jenis transportasi laut khas suku Bugis. Layar mereka berbentuk tanja yang sangat khas dengan ciri kebudayaan maritim Austronesia. (Muhammad Ridwan Alimudin/Jalur Rempah)

Diperkirakan, Austronesia kuno mulai mengenal bentuk ragam layar pada periode neolitik mereka, sekitar 1.500 SM. Layar ini kemudian berkembang seiring terbentuknya kebudayaan Austronesia baru di pulau-pulau tempat berkoloni. Jenis layar yang paling awal diperkirakan berbentuk capit kepiting. Variasinya berkembang dengan layar persegi tegak lurus berbentuk V.

Migrasi dan Membangun Koloni

Philip Bowring, jurnalis berbasis di Hong Kong menulis dalam "Empire of the Winds: The Global Role of Asia’s Great Archipelago". Dia memperkirakan perpindahan migrasi besar-besaran dari Taiwan ke Filipina dan Indonesia berkaitan dengan kondisi masyarakat Austronesia yang memiliki kebiasaan melaut.

Kebiasaan ini lambat laun menjadi "norma budaya Austronesia" hingga melintasi Samudra Pasifik dan Hindia. Berdasarkan letaknya, Austronesia terbagi menjadi Kepulauan Asia Tenggara, Madagaskar, Melanesia, Mikronesia, dan Polinesia.

Hari mengungkapkan bahwa kebiasaan melaut Austronesia berhubungan dengan mencari sumber daya, perikanan, dan perdagangan. Ketika menjumpai tempat yang layak, Hari menerangkan, "mereka akan bermukim atau meninggalkan jejak kebudayaan mereka".

Jalur sumber daya ini membuat mereka bisa memetakan rute berlayar dari pulau ke pulau. Ada pun yang berpindah untuk mendirikan koloni baru. Penyebabnya mungkin karena sumber daya tempat asalnya kurang memungkinkan untuk bertahan hidup bagi kelompoknya.

Chunming Wu dari Xiamen University menjelaskan bahwa navigasi pelayaran menjadi pengetahuan bagi pelaut kuno Austronesia. Mereka mengamati bintang-bintang, benda langit lainnya, dan kejadian umum yang ada di langit untuk memprediksi arah dan badai.