Nationalgeographic.co.id—Kuil Shaolin yang terkenal dengan para biksu pejuangnya telah terkenal sejak dahulu kala. Namun pada masa Dinasti Ming lah, Kuil Shaolin membangun reputasinya.
Para biksu pejuang ini adalah orang-orang yang ahli dalam bidangnya, yang pertama adalah sebagai tentara dan yang kedua adalah biksu.
Biasanya, mereka mengenakan kain merah sebagai penutup kepala dan mengecat wajah mereka dengan cat nila (meniru Jian Zhai Pu Sha). Hal ini dilakukan untuk menakut-nakuti musuh mereka.
Asal Usul Kuil Shaolin
Legenda mengatakan bahwa sekitar tahun 480 Masehi, seorang guru Buddha dari India datang ke Tiongkok. Dia dikenal sebagai Buddhabhadra, Batuo, atau Fotuo dalam bahasa Mandarin.
Pada tahun 496, Kaisar Wei Utara, Xiaowen, memberikan dana kepada Batuo untuk mendirikan sebuah biara di Gunung Shaoshi yang suci di pegunungan Song, 30 mil dari ibu kota kekaisaran Luoyang.
Kuil ini diberi nama Shaolin, dengan "Shao" yang diambil dari Gunung Shaoshi dan "lin" yang berarti "hutan".
Namun, menurut Kallie Szczepanski, seorang dosen sejarah dan budaya Asia, ketika Luoyang dan Dinasti Wi runtuh pada tahun 534, “kuil-kuil di daerah tersebut dihancurkan, mungkin termasuk Shaolin.”
Guru Buddha lainnya adalah Bodhidharma, yang berasal dari India atau Persia. Dia terkenal karena menolak untuk mengajar Huike, seorang murid dari Tiongkok. Huike memotong lengannya sendiri untuk membuktikan ketulusannya, dan menjadi murid pertama Bodhidharma.
Bodhidharma juga dilaporkan menghabiskan 9 tahun dalam meditasi hening di sebuah gua di atas Shaolin.
Sebuah legenda mengatakan bahwa ia tertidur setelah tujuh tahun, dan memotong kelopak matanya sendiri agar hal itu tidak dapat terjadi lagi–kelopak matanya berubah menjadi semak-semak teh pertama saat menyentuh tanah.
Baca Juga: Kaisar Xuande: Bawa Dinasti Ming Ke Era Keemasan Usai 'Tumbalkan' 600 Orang Termasuk Pamannya