Nationalgeographic.co.id—Sebelum dikenal dunia Barat, Harar dianggap sebagai kota terlarang yang kelam. Belum banyak literatur Barat yang mengulik tentang topografi dan dinamika di dalamnya.
Kota Harar yang masih misterius bagi sebagian besar orang Eropa terletak di Etiopia. Tidak sedikit yang memandangnya sebagai kawasan terlarang. Rasa penasaran tumbuh di dalam benak seorang avonturir berkebangsaan Inggris, Richard Francos Burton.
Marc Busio menulis kepada Historiek dalam artikel berjudul "Harar, de verboden stad van Ethiopië", terbitan 4 Juni 2024. Ia mengisahkan bahwa Richard Burton menjadi orang yang berambisi besar untuk bisa mencapai Harar.
Sejak kecil, Burton adalah "seorang anak nakal yang membuat orang tua dan gurunya putus asa dengan perilakunya yang tidak terduga dan leluconnya yang kurang ajar," imbuh Marc Busio.
Pada usia dua puluh satu tahun, Burton memutuskan meninggalkan Trinity College, Oxford, dan memilih untuk mendaftar menjadi tentara kolonial. Namun, dalam kepindahan awalnya, ia menunjukkan hasil yang sangat baik.
"Selama misi militernya di India, ia menonjol karena keberaniannya dalam pertempuran dan bakatnya berbicara dalam banyak bahasa," terusnya. Ia mampu menguasai dua puluh sembilan bahasa dan sebelas dialek.
Lebih canggih lagi, Burton menguasai bahasa Arab dengan lancar dan belajar bahasa Hindi dengan sangat cepat. Apalagi ia sangat pandai meniru orang yang ia temui untuk menciptakan satu persona baru.
Berkat kemampuannya dalam menirukan gaya dan gestur orang-orang yang ia temui, Richard Francis Burton diutus untuk menyamar dan menjalankan tugasnya sebagai telik sandi bagi militer Inggris.
Ditugaskan di wilayah yang tidak bersahabat sekalipun, ia dengan mudah berhasil berbaur tanpa dicurigai oleh penduduk asli. Namun, secara mengejutkan, ia memilih untuk meninggalkan dinas militer setelah tujuh tahun dan memulai petualangan baru.
Pada tahun 1853, Burton menjadi orang Eropa non-Muslim pertama yang tiba di Mekkah dengan berpakaian seperti pedagang Oriental. Di sana ia membiasakan diri dengan cara-cara moral dan adat istiadat Islam selama beberapa bulan.
Baca Juga: Penjelasan Sains di Balik Misteri Orang-Orang Berkulit Biru di Kentucky
Setelahnya, ia ditugaskan pada tugas berbahaya oleh British Royal Geographical Society. Dia harus memetakan wilayah pesisir Afrika Timur secara akurat sehingga Inggris dapat memasukkan wilayah ini ke dalam jaringan perdagangan mereka di masa depan.
Burton tertarik pada okultisme, dan Harar menjadi salah satu target utama dalam misi petualangan sang avonturir dalam menjelajah Afrika Timur. Terdapat suatu ambisi yang ingin ia gapai: menjadi orang Eropa pertama dalam menguak Harar yang misterius.
Jiwa dan ketertarikannya pada okultisme, mengencangkan motivasi pribadinya dalam upaya pencarian spiritualitas masyarakat Harar. Ia ingin memperjelas teka-teki tasawuf yang dianut di sana.
Pada akhir tahun 1854, Burton mendarat di pantai Somalia dan menunggu di sana sampai jalan menuju Harar agak aman untuk dilalui. Ia memanfaatkan waktu ini untuk mengadakan pesta keliling yang akan memberikan kesan karavan dagang kecil.
Dia sekali lagi berpakaian seperti pedagang Arab untuk mendapatkan akses penyamaran ke Harar. Beberapa bulan kemudian, waktunya telah tiba. Setelah perjalanan yang panjang dan sulit, dia melihat kota itu di kejauhan.
Namun, pada saat yang sama, Burton menerima kabar meresahkan bahwa kedoknya kini telah diketahui. Mata-mata telah mengikutinya selama berhari-hari, mencurigai operasi penyamarannya.
Ia hanya punya dua pilihan: mengambil risiko kematian di Harar jika tipu muslihatnya diketahui, atau mengambil tindakan gila dan tetap memasuki kota dengan berpakaian seperti perwakilan Inggris.
Menariknya, Burton memilih pilihan yang terakhir: melepas penyamarannya dan memperkenalkan dirinya sebagai pemimpin misi diplomatik saat dia masuk melalui gerbang kota.
Tak terduga-duga, para prajurit emir Harar memperlakukannya dengan sangat hormat dan mengantarnya ke istana. Burton menyadari bahwa dia sedang mempertaruhkan nyawanya, karena sang emir dikenal sebagai penguasa yang kejam.
Namun, ketika Burton bertemu Ahmad III ibn Abu Bakar, emir Harar yang diberitakan bengis dan kejam, semuanya prasangka ngeri itu tertolak seketika. Ekspektasinya bertentangan saat ia diterima dengan senyuman.
Burton meyakinkan emir akan ketulusan misinya dan dalam sejumlah pertemuan untuk mengumpulkan informasi tentang ekonomi, sejarah dan masyarakat Harar. Apalagi ia diinisiasi ke dalam rahasia tasawuf.
Penyamarannya sukses besar hingga ia kembali pada tahun 1856, Burton menerbitkan ringkasan perjalanannya dengan judul First footsteps in East Africa.
Buku yang ditulisnya memberi penjelasan rinci tentang masyarakat yang sampai sekarang tidak dikenal di Barat dan dianggap misterius. Bahkan, ia membahas situasi genting yang dialami secara dramatis, menjadikan buku itu menarik perhatian banyak pembaca.