Baca Juga: Di Ibu Kota Pendudukan Belanda, Nona Setiati Memimpin Perayaan Buruh 1 Mei 1947
Menurut para peneliti, perbedaan keuntungan yang signifikan antara Hindia dan Belanda sebagian dapat dijelaskan oleh fakta bahwa investasi di Hindia dianggap lebih berisiko.
Dengan kata lain, di Hindia, hasilnya bisa sangat bervariasi. Dan yang lebih penting lagi, menurut para peneliti, tenaga kerja di Hindia murah bagi investor. Rezim yang keras diterapkan pada pekerja yang dibayar dengan upah murah.
Hal yang juga membantu adalah investor di Hindia Belanda memiliki akses murah terhadap tanah berdasarkan de Agrarische Wet atau Undang-undang Pertanian yang ditetapkan sejak tahun 1870.
Undang-undang tersebut menetapkan bahwa semua lahan terlantar dan tanah yang digarap secara komunal oleh para petani adalah milik negara kolonial. Perusahaan bisa menyewa tanah selama 75 tahun.
Seorang penulis cum penyair Belanda, Everhardus Johannes Potgieter menyatakannya sebagai berikut: "…bayangkan, amit-amit, hal itu akan terjadi! – bayangkan Jawa tidak lagi mencurahkan hartanya ke pangkuan kita."
Proyek besar-besaran telah ditambatkan di Jawa dan menyebar hampir ke seluruh pelosok Hindia. Namun, ketakutan kompeni akan kehilangan Jawa dan Hindia menjadi kenyataan setelah kedatangan Jepang di tahun 1942.
Meskipun kemudian Belanda kembali setelah 1945, Hindia yang telah menjadi Indonesia sudah tak seperti semula. Masyarakatnya tahu apa yang harus diperbuat jika sekali lagi Belanda mengganggu hegemoni kebangsaan. Berperang atau mati demi kedaulatan?!