Rasisme di Korea Selatan: Didorong Jepang, Dimuliakan Konsep Darah Murni

By Ade S, Kamis, 13 Juni 2024 | 18:03 WIB
Ilustrasi. Rasisme yang dilakukan warga Korea Selatan terbentuk dari pengaruh Jepang dan dipertahankan oleh ide darah murni. (Freepik)

Kasus Rasisme di Korea Selatan

Pada awal 2024 ini, RAJ, seorang penduduk India yang telah berdomisili di Korea Selatan selama hampir satu dekade, menghadapi situasi yang mengejutkan di Busan. Ketika mencoba memasuki sebuah klub, dia dan kawan-kawannya diberitahu secara langsung oleh penjaga bahwa mereka tidak boleh masuk karena asal negara mereka.

Meski telah protes, mereka disarankan untuk mencoba klub lain yang berdekatan. Namun, klub tersebut juga menampilkan papan pengumuman yang secara terang-terangan melarang masuk bagi pria dari India dan Pakistan.

Insiden ini mendapat perhatian publik setelah Raj membagikan video tentang papan pengumuman yang diskriminatif itu, yang kemudian menjadi viral dengan bantuan Nikita Thakur, seorang YouTuber asal India. Video tersebut memicu perdebatan luas tentang prevalensi diskriminasi di Korea Selatan.

Kasus penolakan masuk ke klub berdasarkan kewarganegaraan atau etnis bukanlah fenomena baru di negara ini. Seperti yang terjadi pada seorang mahasiswa India pernah berbagi pengalaman serupa pada tahun 2017.

Saat itu, dia ditolak oleh sebuah klub di Itaewon, sementara teman-temannya dari berbagai negara lain diperbolehkan masuk. Klub tersebut diduga menerapkan kebijakan diskriminatif terhadap warga dari beberapa negara, termasuk India dan Pakistan.

Data Menguatkan

Laporan dari US News & World Report pada tahun 2023, seperti dilansir dari The Star, menempatkan Korea Selatan di urutan kesembilan dari 79 negara dalam hal isu rasisme.

Survei oleh Segye Ilbo pada tahun 2020 mengungkapkan bahwa sekitar 69.1% dari warga negara asing di Korea merasa mengalami diskriminasi atau menjadi target kebencian.

Dari ini, hanya 3.4% melaporkan serangan fisik, sementara 32.9% mengalami diskriminasi tidak langsung seperti isyarat atau tatapan bermusuhan. Lebih lanjut, 16.4% menghadapi penghinaan verbal dan 10.6% merasakan perlakuan tidak adil, termasuk dalam hal upah.

Menurut Komisi Hak Asasi Manusia Nasional Korea (NHRCK), diskriminasi rasial di Korea seringkali bergantung pada status ekonomi negara asal seseorang. Sebagai contoh, warga Korea cenderung lebih mendiskriminasi orang kulit hitam dari negara berkembang dibandingkan dengan mereka dari Amerika Serikat.

Baca Juga: Kisah Nahas Sabo dan Bitio, Korban Rasisme 'Sirkus Manusia' di Belgia