Pengaruh Kisah Inses Mitologi Yunani dan Romawi di Masyarakat Kuno

By Tri Wahyu Prasetyo, Sabtu, 15 Juni 2024 | 12:00 WIB
Dewa-dewi dalam mitologi Yunani sangat lazim melakukan inses atau hubungan seksual dengan keluarga sendiri. (Greek Wikia)

Misalnya, kisah Myrrha yang tragis, yang jatuh cinta kepada ayahnya sendiri dan akhirnya berubah menjadi pohon. Hal ini menunjukkan bagaimana inses bisa dijadikan sebagai alat untuk mengeksplorasi emosi dan moralitas yang kompleks.

Penulis dan penyair kuno tidak menghindari menggambarkan inses dalam karya-karya mereka; sebaliknya, mereka sering kali menggunakan tema ini untuk menantang pemirsa atau pembaca dengan situasi yang mengejutkan dan meprovokasi.

Persepsi Sosial dan Implikasi Moral

Inses dalam konteks Yunani dan Romawi kuno menimbulkan dua respons yang sangat berbeda dalam masyarakat. Di satu sisi, ia menarik untuk dijadikan topik diskusi yang kompleks dalam mitos dan literatur, namun di sisi lain, dilihat sebagai tindakan yang sangat tidak pantas dalam kehidupan nyata.

Menurut Forbes, "hubungan seksual antara orang tua dan anak sangat dicela." Pelakunya dalam kehidupan nyata menghadapi hukuman sosial yang keras.

Menariknya, walaupun secara terbuka dicela, unsur-unsur inses masih secara teratur dijelajahi dalam mitologi dan sastra, memberikan wawasan tentang bagaimana orang kuno menggunakan cerita-cerita ini untuk menjelajahi dan mungkin mengkritik norma-norma sosial mereka sendiri.

Dari sudut pandang filsafat, hukum tak tertulis dan perspektif filosofis juga berperan dalam membentuk persepsi inses.

Misalnya, dilansir dari laman Timeless Archives, pemikiran Plato mengenai hubungan inses menunjukkan bahwa para filsuf sering menggunakan kasus-kasus ekstrem seperti inses untuk membahas batas-batas moral dan etika.

Dalam beberapa dialognya, Plato menjelajahi ide tentang bagaimana hasrat yang tidak diatur dapat merusak integritas moral dan sosial individu serta komunitas.

Filsuf seperti Socrates juga memberikan wawasan tentang masalah ini, dengan kritiknya terhadap hubungan yang tidak seimbang secara umur. Dia berargumen bahwa hubungan semacam itu tidak hanya tidak pantas karena alasan biologis atau keluarga, tetapi juga karena menciptakan disonansi dalam harmoni sosial dan intelektual.

Dengan demikian, dalam masyarakat Yunani dan Romawi kuno, inses bukan hanya masalah hukum atau moral, tetapi juga sebuah arena di mana pertarungan intelektual dan filsafat mengenai hakikat kemanusiaan dan moralitas terjadi.

Masyarakat memandang inses sebagai sesuatu yang lebih dari sekedar pelanggaran sosial; ini adalah kesempatan untuk mendefinisikan ulang apa artinya menjalani kehidupan yang baik dan benar di tengah kompleksitas hubungan manusia.