Indonesian Heritage Agency dan Transformasi Berkelanjutan Museum di Indonesia

By National Geographic Indonesia, Jumat, 14 Juni 2024 | 18:13 WIB
Benteng Vredeburg Yogyakarta (YPM)

Nationalgeographic.co.id - Ibarat “portal waktu”, museum dan cagar budaya mengajarkan kepada masyarakat tentang pencapaian manusia dan adaptasinya terhadap perubahan zaman.

Sayang, di Indonesia, minat generasi muda terhadap sejarah dan kunjungan ke tempat-tempat bersejarah seperti museum dan cagar budaya belum begitu besar. Demikian pula dengan sistem pengelolaan dan perawatannya.

Salah satu contoh adalah Museum Sejarah Jakarta atau Museum Fatahillah. Kondisinya cukup memprihatinkan.”Kami terpaksa menggeser-geser beberapa koleksi museum supaya tidak kebocoran jika hujan datang,” kata Rafael Nadapdap, Kepala Museum Sejarah Jakarta, seperti dilansir dari Kompas.com.

Padahal, jika dikelola dengan cara yang cerdas, museum bisa punya dara tarik yang memikat dan bahkan bisa menghibur.

Museum Louvre di Paris, Prancis, misalnya. Museum ini tak hanya menyimpan koleksi seni bersejarah, tetapi juga menawarkan pameran temporer yang inovatif, program edukasi yang menarik, dan arsitektur museum yang modern dan futuristik.

Museum Louvre menjadi bukti bahwa museum bukan lagi tempat yang membosankan. Dengan sentuhan kreativitas dan teknologi, museum dapat menjadi jendela menuju petualangan masa lalu yang menyenangkan dan penuh makna.

Lahirnya Indonesian Heritage Agency (IHA)

Menyadari potensi dan persoalan yang dihadapi museum di Indonesia, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) mengambil langkah berani dengan mendirikan Indonesian Heritage Agency (IHA).

IHA, yang diluncurkan pada 16 Mei 2024 di Benteng Vredeburg Yogyakarta, merupakan Badan Layanan Umum (BLU) yang ditugaskan untuk memajukan museum dan cagar budaya di Indonesia.

IHA diharapkan mampu menjadi "ibu" bagi museum-museum di Indonesia, membawa angin segar dan transformasi yang signifikan. Saat ini IHA mengelola 18 Museum (termasuk galeri) dan 34 situs cagar budaya.

Berikut adalah misi-misi utama IHA.

• Merevitalisasi museum dan cagar budaya dengan meningkatkan infrastruktur, teknologi, dan program edukasi yang menarik dan interaktif.• Meningkatkan minat masyarakat, khususnya generasi muda, untuk mengunjungi museum dan mempelajari sejarah dan budaya Indonesia.• Mengembangkan kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti swasta, komunitas, dan akademisi, untuk memajukan museum dan cagar budaya Indonesia.

Benteng Vredeburg: Simbol Kebangkitan Museum Indonesia

Kemolekan Benteng Vredeburg usai direnovasi, (Tuah Sanjaya Ketaren/NGI)

Salah satu langkah awal IHA adalah merevitalisasi Benteng Vredeburg, Yogyakarta. Benteng bersejarah ini “disulap” menjadi museum yang interaktif dan modern, dengan pameran yang menggabungkan teknologi multimedia dan augmented reality.

Revitalisasi Benteng Vredeburg diharapkan menjadi simbol kebangkitan museum di Indonesia. IHA berkomitmen untuk menjadikan museum dan cagar budaya sebagai destinasi wisata edukasi yang menarik dan bermakna, dan sumber inspirasi bagi generasi penerus bangsa untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih gemilang.

Museum Benteng Vredeburg usai direnovasi. ()

"Transformasi pengelolaan museum dan cagar budaya tidak semata-mata mengejar profit. Sebab keuntungan yang didapat tidak disetor ke pemerintah tapi langsung digunakan untuk pengembangan aset budaya terkait," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala IHA Ahmad Mahendra.

National Geographic Indonesia dan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala IHA Ahmad Mahendra. ()

Transformasi museum dan cagar budaya di Indonesia bukan hanya tanggung jawab IHA, tetapi juga seluruh elemen masyarakat. Peran dan upaya dari IHA untuk melestarikan warisan budaya bangsa, membutuhkan dukungan dari masyarakat luas untuk menjadikan museum sebagai jendela edukasi yang menarik dan inspiratif bagi generasi penerus, agar museum tak lagi menjadi tempat yang sering terlupakan dapat tercipta. (Tuah Sanjaya Ketaren)