Pengorbanan Manusia Suku Maya, Benarkah Anak Kembar Jadi Incaran?

By Ade S, Senin, 17 Juni 2024 | 08:03 WIB
Ritual pengorbanan manusia suku Aztec digambarkan dalam halaman 141 (folio 70r) Codex Magliabechiano. Sebuah analisis DNA mengungkapkan fakta baru tentang pengorbanan manusia yang dilakukan Suku Maya. Benarkah anak kembar jadi incaran? (Unknown)

Nationalgeographic.co.id—Reruntuhan kuno Chichén Itzá, yang merupakan bagian dari peradaban Maya, menyimpan banyak bukti tentang praktik pengorbanan ritual mereka.

Misalnya, adanya ukiran yang menggambarkan kepala yang terpenggal dengan semburan darah di dekat area permainan bola dari kota kuno.

Selain itu, kerangka dari ratusan korban telah ditemukan di Sacred Cenote, yaitu sebuah lubang alam yang sangat besar dengan diameter mencapai 60 meter.

Baru-baru ini, DNA kuno dari sebagian korban termuda di kota ini telah memberikan tambahan informasi mengenai cerita mereka.

Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Nature telah menganalisis genom dari tengkorak puluhan anak-anak dan bayi yang ditemukan di sebuah ruang bawah tanah di lokasi tersebut, yang sekarang berada di wilayah Meksiko modern.

Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa semua korban adalah laki-laki, dan yang mengejutkan adalah banyak di antara mereka yang merupakan kerabat dekat, termasuk sepasang kembar identik.

"Ini adalah temuan yang sangat mengejutkan," ujar Oana Del Castillo-Chávez, seorang antropolog biologi dan salah satu penulis studi tersebut dari Institut Antropologi dan Sejarah Nasional Yucatán di Mérida, Meksiko.

Beliau menambahkan bahwa temuan-temuan dari Sacred Cenote mencakup baik anak laki-laki maupun perempuan.

Selain itu, tidak ada bukti sebelumnya dari Chichén Itzá atau kota-kota Maya lainnya yang menunjukkan adanya pengorbanan kerabat dekat.

"Para korban muda dalam studi terkini ini ternyata memiliki hubungan genetik yang erat dengan penduduk modern yang tinggal di dekat Chichén Itzá," terang Ewen Callaway di laman Nature.

Genom mereka mengandung variasi genetik yang mungkin berkaitan dengan paparan leluhur mereka terhadap wabah penyakit pada abad ke-16.

Baca Juga: Asal-usul Pengorbanan: Dari Hadiah untuk Dewa Hingga Faktor Ekonomi

Mengincar Korban dengan Ikatan Darah

Chichén Itzá adalah salah satu kota terkemuka dalam sejarah Maya kuno. Hal ini terutama selama periode antara tahun 800 hingga 1000 Masehi, suatu era di mana banyak wilayah lain mengalami penurunan.

Di kota ini, pengorbanan anak-anak tampaknya dilakukan secara teratur, namun masih banyak misteri yang menyelimuti praktik tersebut.

Anak-anak yang diteliti oleh Del Castillo-Chávez dan timnya ditemukan pada dekade 1960-an dalam sebuah ruang bawah tanah yang dikenal sebagai chultún dan gua di dekatnya, tidak jauh dari Sacred Cenote.

Meskipun kerangka mereka tidak menunjukkan tanda-tanda kekerasan, mereka ditemukan di dalam sebuah tempat pemujaan yang sekarang telah rusak akibat aktivitas konstruksi.

Dalam upaya untuk menentukan jenis kelamin dari kerangka tersebut dan untuk mendapatkan pemahaman genetik yang lebih dalam, Del Castillo-Chávez berkolaborasi dengan beberapa ahli lain.

Mereka adalah imunogenetikis Rodrigo Barquera dan paleogenetikis Johannes Krause dari Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology di Leipzig, Jerman, serta beberapa kolega lainnya.

Tim ini berhasil memperoleh data genom kuno dari tengkorak 64 individu dari total sekitar 106 yang dikuburkan di chultún.

Analisis radiokarbon menunjukkan bahwa anak-anak ini dikorbankan antara abad ke-7 hingga pertengahan abad ke-12 Masehi. Selain menemukan bahwa semua korban adalah laki-laki, data genom juga mengungkapkan hal mengejutkan lain.

Ternyata, sekitar seperempat dari mereka memiliki hubungan keluarga tingkat pertama atau kedua — seperti saudara atau sepupu — yang juga dimakamkan di chultún. "Termasuk dua pasang kembar identik," jelas Callaway.

Para peneliti menduga bahwa keberadaan pasangan kembar dan kerabat dekat ini mungkin berkaitan dengan ritual yang terinspirasi oleh tokoh-tokoh kembar dalam mitologi Maya.

Baca Juga: Rongchang, Putri Paling Menderita dalam Sejarah Dinasti Ming

Korban Diseleksi Secara Spesifik

Masih menjadi pertanyaan besar mengapa anak-anak ini terpilih untuk dijadikan korban pengorbanan.

Melalui analisis isotop yang dilakukan pada tulang-tulang mereka, terungkap bahwa mereka memiliki diet yang didominasi oleh tanaman, yang paling mungkin adalah jagung, sesuai dengan pola makan khas masyarakat Maya kuno.

Individu-individu yang memiliki hubungan kekerabatan biasanya menunjukkan profil isotop yang mirip, yang menandakan bahwa mereka dibesarkan dalam kondisi yang serupa.

Barquera, yang merupakan asli Meksiko, mengatakan, "Mungkin ini merupakan bagian dari proses persiapan mereka untuk pengorbanan tersebut. Konsep kematian dan pengorbanan bagi masyarakat Maya sangat berbeda dengan pemahaman kita saat ini. Bagi mereka, terlibat dalam ritual ini dianggap sebagai suatu kehormatan besar."

Anak-anak yang ditemukan di chultún ini berasal dari kelompok genetik yang sama dengan penduduk Maya modern dari desa Tixcacaltuyub yang terletak tidak jauh dari Chichén Itzá.

Namun, para peneliti menekankan bahwa hal ini tidak secara otomatis menunjukkan bahwa mereka adalah penduduk setempat.

Banyak korban pengorbanan dari Sacred Cenote ternyata berasal dari daerah yang jauh dari Semenanjung Yucatán.

Dalam penelitian sebelumnya, Del Castillo-Chávez dan timnya menemukan bahwa bentuk gigi para korban berbeda dengan orang-orang dari situs-situs Maya lainnya. Mereka juga mengusulkan bahwa individu-individu yang dikorbankan mungkin merupakan bagian dari kelompok pedagang yang berpindah-pindah dan akhirnya menetap di Chichén Itzá.

Vera Teisler, seorang bioarkeolog di Universitas Otonom Yucatán di Mérida, menyatakan bahwa masyarakat Maya kuno sering melakukan seleksi korban secara spesifik untuk ritus-ritus ritual mereka.

Oleh karena itu, ia tidak terkejut bahwa kelompok-kelompok tertentu — dalam kasus ini adalah anak laki-laki yang memiliki hubungan kekerabatan dekat — menjadi bagian penting dalam upacara-upacara yang berkaitan dengan temuan di chultún.

Baca Juga: Mengapa Pengurbanan Manusia Sering Dilakukan di Masa Lampau?

Epidemi Awal dan Pengaruhnya

Genom dari anak-anak Maya ini, yang merupakan contoh pertama genom Maya sebelum kedatangan orang Eropa, juga memberikan wawasan tentang dampak epidemi era kolonial terhadap penduduk asli Meksiko.

Para peneliti menemukan perubahan frekuensi beberapa alel HLA — gen yang berperan dalam respons imun terhadap patogen. Alel-alel ini tampaknya lebih sering ditemukan pada populasi Maya modern, sementara alel lainnya menjadi lebih langka, yang mungkin menunjukkan adanya seleksi alam.

Salah satu alel HLA yang kini lebih dari dua kali lebih umum telah dikaitkan dengan perlindungan terhadap infeksi Salmonella yang serius. Penelitian sebelumnya oleh tim Krause telah menghubungkan bakteri Salmonella enterica sp. Paratyphi C dengan epidemi cocoliztli pada abad ke-16, yang diketahui telah merenggut jutaan nyawa di Meksiko dan wilayah sekitarnya.

Namun, María Ávila Arcos, seorang paleogenomikis di Universitas Nasional Otonom Meksiko di Kota Meksiko, masih meragukan bahwa S. enterica Paratyphi C adalah penyebab utama cocoliztli atau bahwa epidemi tersebut menyebabkan perubahan signifikan dalam frekuensi alel HLA tertentu.

Menurutnya, perubahan demografis lainnya, seperti penurunan jumlah penduduk asli karena berbagai faktor, juga bisa menyebabkan perubahan frekuensi alel tanpa melibatkan seleksi alam.

Teisler berharap bahwa penelitian ini akan membuka jalan untuk memahami bagaimana lebih dari seribu tahun peristiwa bersejarah telah membentuk genom dari Maya kontemporer. "Ini adalah studi yang sangat baru," ujarnya, dan merupakan "langkah awal untuk investigasi yang lebih mendalam mengenai sejarah kompleks Maya".