Pada tahun 1908, sebelum penerbitan ulang "Mission de l’Inde en Europe" oleh Saint-Yves, penulis Amerika Willis George Emerson menerbitkan "The Smoky God".
Ia mengaku bahwa bukunya memuat kisah nyata seorang pelaut Norwegia bernama Olaf Jansen, yang melewati pintu masuk ke kerajaan bawah tanah di Kutub Utara dan tinggal di antara penghuninya selama dua tahun.
"The Smoky God sebenarnya tidak menyebut tempat yang dikunjungi Jansen fiktif sebagai Agartha atau Shambhala, tetapi para penulis berikutnya telah menetapkan nama itu untuk kerajaan bawah tanah yang dijelaskan dalam buku Emerson," jelas Grey.
Teori Bumi Berongga dan Agartha
Teori Bumi Berongga adalah gagasan pseudosains yang menyatakan bahwa Bumi bukanlah bola padat, melainkan memiliki rongga besar di dalamnya yang mungkin dihuni oleh peradaban lain. Teori ini telah ada sejak abad ke-17 dan sering dikaitkan dengan mitos Agartha.
Setelah Perang Dunia Pertama berakhir, okultis Jerman, termasuk mereka yang tergabung dalam Masyarakat Thule Nazi, mulai menggabungkan berbagai kepercayaan dan tradisi ke dalam ide-ide mereka.
Salah satu dari kepercayaan ini adalah kisah-kisah tentang Agartha. Namun, mereka bukanlah yang pertama melakukannya.
"Para anggota Thule Society banyak mengambil inspirasi dari para okultis sebelumnya, seperti Madam Blavatsky dan Perkumpulan Teosofinya, yang telah mengambil ide-ide tentang Shambhala dan teori-teori Bumi Berongga lainnya dalam ajaran-ajaran mereka," kata Grey.
Pasukan Nazi sangat serius dengan ide-ide okultis mereka. Mereka bahkan menggunakan teori Bumi Berongga untuk mencoba menentukan lokasi kapal-kapal Inggris atau menargetkan rudal V1 selama Perang Dunia II.
Sementara itu, Saint-Yves, juga memunculkan gagasan tentang "sinarki"; gaya filosofi politik yang, dalam tahun-tahun sejak dia menciptakannya, sering merujuk pada pemerintahan oleh elit rahasia atau "deep state."
Saint-Yves sangat percaya bahwa "pemerintahan dunia" sinarki pernah ada atau masih ada di Agartha.