Tangsi KNIL di Tepian Siak, Tengara Kuku Kolonialisme di Pedalaman Riau

By Mahandis Yoanata Thamrin, Sabtu, 22 Juni 2024 | 20:18 WIB
Tangsi KNIL di tepian Sungai Siak telah meninggalkan sebutan toponimi 'Benteng Hulu' bagi warga setempat. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Sejatinya, kita tidak salah menyebutnya benteng. Nadia Purwesti, Direktur Eksekutif Pusat Dokumentasi Arsitektur, dalam laporannya bertajuk Tangsi Belanda Siak, Perencanaan Bangunan Gedung Cagar Budaya Laporan Penelitian Arsitektur dan Sejarah, mengungkapkan bahwa terdapat peta bertahun 1898 yang menyebut tangsi ini sebagai "redoute"—bangunan pertahanan kecil.

Biasanya, benteng-benteng besar dimulai dari pembangunan redoute. Pun pada awalnya, tangsi ini juga dikelilingi tembok. Namun, tembok keliling itu dibongkar dan digantikan dengan pagar kawat berduri pada 1894.

Sejak Traktat Siak ditandatangani, Sultan memberikan sepetak kawasan di seberang pusat pemerintahannya. Ministerie van Kolonien—atau Kementerian Daerah Jajahan Belanda—merencanakan pembangunan kantor pengadilan, kontrolir, dan tangsi KNIL

Laporan dari Nadia juga menunjukkan bahwa bangunan ini mulai direncanakan pada 1858 dan dibangun pada 1860. Ia mendapatkan sumber dari arsip koleksi Koninklijke Bibliotheek yang berupa surat kabar Samarangh’s Advertentie Blad edisi 2 Juli 1858.

Nadia mengungkapkan, surat kabar itu memberitakan mengenai rencana pendirian bangunan pertahanan di Siak yang dikemukakan oleh Ministerie van Kolonien. Kita tidak menemukan siapa arsitek tangsi ini, namun kita bisa menduga bahwa divisi zeni KNIL yang melaksanakan pembangunannya.

Foto berjudul 'Kazerne te Siak Sri Indrapoera' sekitar 1910. Bangunan ini mencerminkan posisi strategis dan kekuatan Kesultanan Siak dalam jalur perdagangan internasional di Selat Malaka. (KITLV)

Nadia mengungkapkan bahwa sejauh ini kita belum mengetahui kapan persisnya pembangunan tangsi KNIL ini bermula. Surat kabar Bataviaasch Handelsblad edisi 15 September 1860, memberitakan bahwa bangunan pertahanan di Siak sedang dibangun.

"Hingga bangunan tersebut selesai dibangun, maka para serdadu yang ditugaskan di Siak akan bertempat tinggal sementara di dalam kapal pengangkut," tulisnya.

Ia juga menunjukkan koleksi Koninklijke Bibliotheek di Den Haag berupa arsip  Padangsch nieuws en adverntentie blad edisi 24 November 1860. Surat kabar itu mengutip Strait Times, sebuah surat kabar yang terbit di Singapura, yang mengabarkan bahwa pemerintah Hindia Belanda sedang membangun sebuah bangunan pertahanan di Siak sekaligus mengubah kawasan bangunan itu menjadi pemukiman militer.

Arsip koleksi Perpustakaan Nasional, yang berupa Staatsblad van Nederlandsch-Indië nomor 115 tahun 1860, memasukkan tangsi KNIL ini sebagai bangunan pertahanan kelas empat. Bangunan pertahanan kelas empat, ungkap Nadia, yakni bangunan militer yang terdiri atas pos penjagaan dari serangan orang lokal.

Ia juga menambahkan bahwa bangunan pertahanan kelas empat biasanya mampu menampung 200 serdadu. Dokumen pemerintah itu menyebut juga tangsi ini sebagai "redoute".

Sejak 1860 sampai 1892, bangunan ini menjadi tangsi KNIL. Nadia menemukan catatan perjalanan J.S.G. Gramberg ke Siak yang terbit di surat kabar Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad edisi 9 April 1864.