Nationalgeographic.co.id – Masalah plastik masih menjadi isu hangat yang terus diperbincangkan. Menghilangkan penggunaan plastik secara total tidak mudah, karena sampai saat ini plastik masih mendominasi kehidupan manusia.
Peneliti Pusat Riset Rekayasa Genetika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Radityo Pangestu, memiliki solusi cerdas untuk menciptakan plastik yang lebih ramah lingkungan. Yaitu, dengan merekayasa metabolisme ragi untuk memproduksi plastik biodegradable berbasis asam polilaktat (PLA).
Menurutnya, saat ini plastik di industri masih diproduksi melalui proses gabungan antara fermentasi dan sintesis kimia menggunakan bahan baku berbasis fosil.
Untuk menciptakan industri plastik yang berkelanjutan, diperlukan transisi ke komoditas plastik 3Bio. Plastik 3Bio ini maksudnya adalah plastik yang ‘biodegradable’, berbahan baku berbasis ‘bio’ (contohnya dari limbah pertanian dan industri), dan diproduksi melalui teknik ‘bioproses’ menggunakan bantuan mikroba.
“Inilah yang menjadi fokus penelitian kami, yakni menemukan metode untuk mensintesis plastik biodegradable dari bio-based raw material dengan teknologi bioproses hemat energi dan minim limbah, melalui bantuan mikroorganisme,” papar Radityo, pada Friday Scientific Sharing Seminar, Jumat, 14 Juni 2024.
Doktor lulusan Kobe University Jepang tahun 2024 tersebut menjelaskan, salah satu yeast (ragi roti) yang dikoleksi Indonesia Culture Collection (InaCC) BRIN, yaitu Saccharomyces cerevisiae, ternyata menyimpan potensi untuk menghasilkan plastik biodegradable melalui rekayasa genetika.
“Material plastik yang tergolong biodegradable ada dua, yaitu polihidroksi alkanoat (PHA), yang saat ini telah dapat disintesis secara optimal oleh mikroorganisme, dan asam polilaktat (PLA), yang masuk kategori semi-sintesis,” ungkapnya.
PLA menjadi fokus penelitian Radityo untuk dapat diproduksi secara keseluruhan oleh mikroorganisme tanpa melibatkan proses sintesis kimia.
Dia menambahkan, PLA telah banyak diaplikasikan untuk berbagai jenis produk, termasuk alat-alat medis, karena tidak berbahaya bagi tubuh. Contoh dari produk berbasis PLA adalah tissue scaffold, masker, serat fiber, dan popok.
Dengan metode one-step production ini, Radityo meyakini dapat mengonversi bahan baku limbah industri berbasis lignoselulosa menjadi PLA, dengan cara memasukkan beberapa gen bakteri ke dalam genom ragi. Diantaranya gen propionat CoA-transferase dan polimerase.
“Jika dilihat, proses dari metode ini jauh lebih singkat dalam mengubah bahan baku menjadi polimer target hanya dalam satu tahap fermentasi pada suhu ruangan. Tentunya lebih efisien dibandingkan reaksi polimerisasi biasa yang membutuhkan suhu di atas 100 derajat Celsius dan melibatkan penggunaan katalis logam yang berbahaya bagi lingkungan,” imbuhnya.
Baca Juga: Tawarkan Solusi Limbah Plastik, Berjaya di Kompetisi Mahasiswa Asia