Efek analgesik yang dimiliki oleh alkaloid kratom memiliki potensi untuk dimanfaatkan dalam bidang kesehatan. Salah satunya adalah penggunaan ekstrak alkaloid kratom sebagai adjuvant untuk pengobatan kanker bersama penggunaan dosis rendah obat antikanker doxorubicin dalam menghambat pertumbuhan sel kanker secara in vitro, sebagaimana telah dipublikasikan di jurnal ilmiah Molecules.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Masteria yang dalam proses peer review jurnal juga menemukan adanya potensi alkaloid kratom untuk dikembangkan sebagai obat antiinflamasi yang mampu menurunkan efek samping yang biasa ditemui pada obat-obatan antiinflamasi golongan non-steroid (non-steroid antiinflammatary drugs) secara in vitro.
"Aktivitas ini ditenggarai karena adanya mekanisme dual inhibisi dari senyawa alkaloid kratom terhadap enzim yang berperan dalam proses inflamasi," jelasnya.
Menurutnya, di Indonesia, khususnya di daerah Kalimantan, kratom menjadi komoditas penting bagi petani lokal. Ekspor daun kratom ke mancanegara memberikan pendapatan yang signifikan bagi mereka.
Dalam bidang kesehatan, kratom memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk bahan baku obat. Namun demikian, penggunaan ekstrak dari alkaloid kratom dalam dosis tertentu diindikasikan dapat memberikan efek samping.
"Oleh karena itu, regulasi yang tepat diperlukan tanpa mempengaruhi mata pencaharian para petani tersebut dan memberikan efek negatif pada masyarakat," tegasnya.
"Penelitian lebih lanjut dan dialog terbuka antara pemerintah, ahli kesehatan, dan masyarakat diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang adil dan bijaksana terkait penggunaan dan pengembangan daun kratom."