Dunia Hewan: Apa Penyebab Kematian Populasi Mamut Berbulu Terakhir?

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 13 Juli 2024 | 11:00 WIB
Mamut berbulu telah punah selama ribuan tahun. Apa penyebabnya? (Dottedhippo)

Pertahanan terakhir

Mamut Pulau Wrangel adalah yang terakhir bertahan. Hewan-hewan tersebut mewakili kasus khusus. Kepunahan anggota terakhir suatu spesies yang bertahan di tempat perlindungan, menghadapi tekanan yang berbeda dari pendahulunya di daratan. Iklim global yang lebih hangat dan basah telah menyebabkan padang rumput mamut menyusut ke arah kutub. Dan fakta bahwa mamut berhasil mencapai Pulau Wrangel merupakan tanda perubahan iklim kuno.

Namun perubahan iklim tidak menyebabkan kepunahan mamut. Juga tidak ada indikasi bahwa mamut terakhir diburu oleh manusia. Dengan melihat DNA mamut yang diambil dari tulang dan gigi, para ahli genetika mencoba mencari tahu mengapa populasi terakhirnya mati.

Para peneliti di balik studi baru ini mengeksplorasi nasib mamut terakhir melalui 21 genom mamut berbulu dari waktu yang berbeda. Genom itu mewakili populasi Pulau Wrangel dan mamut daratan sebelumnya.

Penelitian sebelumnya telah mengisyaratkan bahwa mamut di Pulau Wrangel begitu terisolasi. Hal ini menyebabkan mutasi berbahaya dengan cepat terakumulasi di antara populasinya. Dalam skenario ini, mamut menghasilkan begitu banyak mutasi melalui perkawinan sedarah. Karena itu, mereka tidak dapat lagi menghasilkan keturunan yang cukup sehat agar populasinya dapat bertahan hidup.

Namun, ketika Pecnerova dan tim mengamati gen mamut, mereka menemukan jalur yang lebih rumit menuju kepunahan.

“Sepertinya keseluruhan populasi dimulai oleh paling banyak delapan individu yang berkembang biak, namun meningkat menjadi beberapa ratus dengan cepat,” kata Pecnerova. Genetika mamut mencerminkan hambatan dan ekspansi ini. “Populasi megaherbivora yang bereproduksi lambat dan bertahan selama 6.000 tahun berasal dari jumlah hewan yang lebih sedikit. Bahkan lebih sedikit jika dibandingkan yang dapat Anda hitung dengan kedua tangan,” jelasnya, yang merupakan skenario ekstrem dibandingkan perkiraan para peneliti.

“Garis waktu populasi mamut terakhir di Pulau Wrangel yang diuraikan dalam makalah baru ini adalah kesempatan luar biasa. Tim bisa melihat bagaimana genom berubah dalam populasi kecil dan terisolasi ini,” kata ahli genetika Universitas North Carolina, Rebekah Rogers.

Genom mamut menunjukkan bahwa meskipun terjadi perkawinan sedarah, populasi pulau tersebut segera menjadi stabil. Dan bahkan mulai menghilangkan mutasi berbahaya seiring berjalannya waktu.

“Saya sangat terkejut betapa stabilnya populasi secara genetik,” kata Pecnerova. Mammoth mampu bertahan hidup sekitar 200 generasi sebelum punah. Alih-alih menyusut, hewan-hewan tersebut justru bertahan dan tiba-tiba mengalami kepunahan.

“Kisah yang kami ceritakan pada diri kami sendiri, yang saya tulis dalam tesis PhD saya dan dipresentasikan di konferensi, adalah salah,” kata Pecnerova. Mamut berbulu terakhir tidak mengalami kehancuran genetik. Hewan herbivora memang mengalami dampak perkawinan sedarah, namun hal ini tampaknya tidak membuat mereka berada di ambang kepunahan. (

Kalau bukan perkawinan sedarah, lalu apa?

Data genetik tidak menunjukkan dengan tepat tekanan fatal seperti apa yang mengakhiri hidup mamut di Pulau Wrangel. Tapi menunjukkan bahwa penurunan tersebut terjadi dengan cepat. Manusia baru tiba di Pulau Wrangel 4 abad setelah mamut terakhir mati. Mamut bisa saja punah karena mereka tidak mampu mengikuti perubahan lingkungan atau wabah penyakit. Tapi perubahan tersebut sulit dilacak melalui catatan fosil yang terbatas.

Meskipun populasi mamut terakhir sudah stabil, penulis studi baru ini tidak dapat sepenuhnya mengesampingkan konsekuensi genetik dari perkawinan sedarah. Mutasi masih bisa membuat mamut rentan terhadap tekanan lain. Dan bahkan jika populasinya bertahan lebih lama, mungkin akan terlalu sulit bagi mamut untuk bertahan hidup di tempat yang terisolasi.

“Peristiwa kepunahan jauh lebih rumit daripada hanya satu faktor,” kata Rogers. Rogers juga menambahkan bahwa perubahan iklim, pergeseran sumber makanan, kekeringan, badai, penyakit, atau faktor-faktor lain bisa jadi berkontribusi terhadap hal ini. Mutasi yang merugikan pada mamut tidak membantu mereka, katanya. Namun klaim apa pun bahwa mamut menghilang hanya karena genomnya tidak mencerminkan keseluruhan cerita.

Kepunahan mamut terjadi akibat perubahan iklim dan lingkungan yang terjadi selama ribuan tahun serta perburuan manusia. Dan pada akhirnya, akibat dari hambatan genetik. Herbivora berbulu ini bertahan pada sebagian habitatnya seiring perubahan iklim dan lingkungan bumi. Konsekuensi genetik dari penurunan populasi sebelumnya di daratan berarti bahwa populasi Pulau Wrangel mungkin adalah “mamut mati” yang berjalan. Mereka tidak mampu bertahan cukup lama hingga padang rumput mamut dapat kembali.