Kenapa Ganja Termasuk Jenis Narkotika Sementara Kecubung Tidak?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 16 Juli 2024 | 16:00 WIB
Ganja dan kecubung punya khasiat medis, namun rentan disalahgunakan. Di sisi lain, regulasi di Indonesia membedakan penerapan atas dua tumbuhan ini: ganja dilarang dan kecubung tidak diatur. Apa yang harus dipertimbangkan dalam UU Narkotika? (Lode Van de Velde & Maja Dumat/Wikimedia & Flickr)

Dari laman resmi BNN sendiri, sumber CND yang dimaksud sebagai landasan UU Narkotika berdasarkan konvensi tahun 1961. Padahal, pembahasan dunia tentang narkotika telah berkali-kali dibahas dan mengalami pembaruan.

Pada 2018, berdasarkan keterangan WHO, ganja disarankan untuk direklasifikasi dari daftar narkotika yang dianggap sangat berbahaya bagi kesehatan.

WHO telah mengkaji, jenis obat-obatan tertentu seperti cannabidiol tidak berpotensi disalahgunakan atau menyebabkan ketergantungan, tetapi justru berkhasiat sebagai pengobatan.

Rekomendasi WHO ini disetujui dalam pemungutan suara pertemuan CND UNODC di Wina pada Desember 2020. Akan tetapi, rekomendasi lebih lanjut tidak diterima.

Expert Committee on Drug Dependence (ECDD) mengubah klasifikasi zat terkait ganja, supaya mencegah penyalahgunaan di luar medis. Saat ini, ganja dan resin ganja diklasifikasikan tingkat penyalahgunaan yang setara dengan morfin dan oksikodon, yakni berpotensi ketergantungan.

UU Narkotika yang disebut berdasarkan pada pertemuan konvensi ini tidak memperbarui pertimbangan ini. Guru Besar FK UI Frans D. Suyatna menyampaikan ganja di Indonesia hanya bisa menjadi pilihan alternatif, karena dipandang masih banyak jenis obat lainnya yang punya fungsi yang sama.

"Ganja sebagai obat hanya bersifat simtomatik bukan bersifat menyembuhkan, jadi lebih pada keinginan untuk menikmati euforia, halusinasi, yang disebut psikoaktif yang pada akhirnya mempengaruhi kejiwaan,” ujar Frans, dikutip dari laman BNN bertanggal 1 September 2020.

Akan tetapi, kecubung punya dampak yang berbahaya. Kecubung memiliki kandungan skopolamin, atropin, dan hiosiamina. Kandungan ini bisa digunakan sebagai obat, tetapi berefek samping.

Kecubung bisa menjadi pengurangan produksi lendir berlebihan, mengatasi mabuk perjalanan, pengobatan kejang, parkinson, dan gangguan jantung.

Efek sampingnya bisa menyebabkan sakit kepala, kaburnya penglihatan, pupil membesar, mual, sembelit dan susah buang air kecil, ruam, sakit mata, dan kematian.

Kecubung pun lebih mudah didapatkan, daripada ganja. Tanaman ini memiliki bunga trompet dengan warna yang mencolok. Itu sebabnya, kecubung juga termasuk tanaman hias. Mungkin alasan tanaman hias ini juga yang membuat sulit untuk mengatur kecubung sebagai tanaman terlarang seperti ganja.

Baik ganja dan kecubung punya khasiat bagi kesehatan. Di satu sisi, penyalahgunaannya sangat mudah dilakukan, terutama di negara yang tidak begitu ketat dalam peraturan narkotika.

Semoga saja, kelak ada diskusi yang hasilnya dapat membantu masa depan penggunaan obat herbal atau ancaman dari tanaman ini. Hasilnya dapat berupa pelarangan ganja dan kecubung, legalisasi keduanya, atau sebagian dengan ketentuan yang dipertimbangkan secara medis dan hukum.